Virtual Cahaya

ich bin Gluckliche

Palestina

"Hanya di gaza mereka bersahur di dunia lalu berbuka di syurga.....


Hanya di gaza waktu shalatnya ada enam..
subuh, zuhur, ashar, magrib, insya dan shalat jenazah"
Ungkapan Kanda Nuril Annisa

Harus kau dinisbatkan pada hatimu, kawan..

Dengarlah..!
Ini bukan tentang kemenangan sebuah puisi dan pengarang yang terpuji
Bukan hanya biusan kata-kata untukmu dan kemudian kau tinggalkan pergi 

Ini lebih sulit dari daya pikir kita, kita yang disebut manusia.
Camkan pada wajahmu sendiri dan cermin hitam putih tentang kemanusiaan milikmu

Ini lebih dalam dari tenggakan tangis tenggorokan yang menelan liur dan padatan yang mengisi, yang begitu berat dan sakit menelan
Hujamkan! bekas apa di dadamu.. 

Ini lebih sulit dibayangkan dari lahirnya semungil bayi yang lahir dari rahim seorang ibu.. 
yaaa! 
Karena ibu-ibu gaza melahirkan dan anaknya mati
Bahkan sebelum terlahir, celurit menembus rahim suci itu.

Ini takkan pernah menjangkau seluruh isi tubuh dan pikirmu

Biar kau bukan seorang manusia, kau akan tetap manusia selama mengenal dedaunan subur menggeliat syahid itu... 
Mengafani wajah dengan darah dan senyuman selamanya
Hiasan kemenangan

Lantas apa kain kafanmu?
Kain kafan apa yang kau beli saat ini? walau kau belum mati.
Kau bahkan pernah melawan lupa tentang sebuah yang tiba-tiba masanya kau tak mampu berdiri lagi dan bekerja,
Dan di jejaring pasar apa yang telah menyiapkan kain putihmu untuk segera kau beli
Walau hanya itu!

Bagaimana mungkin tubuh mengenai celurit palestina akan rela berganti denganmu?

Untuk sekecil kain kafan itu saja, hanya lintas kisah yang nanti.

Yang juga tidak akan mengerti suatu rencana, kau tahu kapan habisnya? tentang dimana tanganmu.
Apa perang ini akan habis dan damai? 

Atau hanya tanya bisu, kapan ini selesai dan bertanya lagi-lagi bisu dan kemudian hanya cemburu yang tersimpan benak bathinmu? 
Ingin selesai atau  apakah nyali kita, 
Duhai kau yang tengah selesai shalat sunnah di bulan Quran?

Hidup tumbuh dan mati, tumbuh kembali bagai rongrongan semut yang siap menggigit dan mematikan
Tangan-tangan tak suci yang menyentuh rumahnya
Jutaan pasukan semut yang melindungi ratunya,
Ratu yang istimewa  yang dunia tak punya, tidak pula zionis
Kiblat suci umat Islam pertama
Dia Muslim, Mereka Muslim!
yang berserah diri yang berkumpul pada satu kalimat cinta

Asyhaduallailaaha illallah, wa asyhaduannamuhammadarrassulullah

dalam memperjuangkan ratu itu


Apa lagi?
Jika  ini bukan ibarat palestina
Kau akan lihat mati-matian semut itu, seperti terlahirkan hanya untuk mengisi ruang kematian
Agar ratu hidup dan mereka mati
Mereka bekerja ikhlas
Ratu makan, mereka hanya sedia
Semut-semut pekerja
Semut tentara perang, yang melindungi ratunya dalam barisan tasbih
Adakah semut tak pernah saling sapa berjumpa?
Biarpun Air-air panas menyiramnya
Bayang Syahid mengingatkan bersatu

Apakah kita? Punya shaf hubungan saudara iman yang sama selain bulan Quran?

Mereka Palestina,
Lahir hanya untuk takdir menjawab jalan hidupnya di dunia

Ibarat bisik tuhan dalam rahim ibumu sejak dahulu,
"Ingin mati dengan seperti apa duhai makhlukku?", lantas dalam air yang melindungi kau katakan, "duhai Tuhan, syahid, syahiiiidd."

Tertakdirlah dalam lauh mahfudzh.

Dan mungkin tanpa cakap suci rahimmu itu pula
Tuhan telah menakdirkannya

Biar aku kembali ungkap tentang yang terjadi
Akan bait yang tertinggal...

KITA telah menunjukkan ketidakmampuan di hadapan seluruh umat manusia dan Tuhan
tentang Palestina
Wahai dedaunan Zaitun yang menghiasi Bait Lahiya, Jabaliyah dan Rafah! (aman palestin)

Salam bagiku saksi syahidnya
dalam media Tuhan semesta cipta


Banda Aceh,
23 Juli 2014
#Savepalestina