Virtual Cahaya

ich bin Gluckliche

Menata Ulang Mimpi #PenaKamiTidakPuasa

Mereka yang tahu bahwa mereka memiliki mimpi, berbahagialah karena berhasil merencanakannya. Karena ada banyak di dunia ini mereka-mereka yang juga berniat memiliki mimpi atau hidup tanpa mimpi. Mereka yang ingin membayar mimpi, mereka pula yang berjuang dengannya. Mereka yang memiliki mimpi yang terus berikhtiar siang malam. Mereka yang memiliki mimpi akan merasa hidupnya terlepas dari lara hilangnya panca penunjuk untuk pergi, pulang dan membawa saat berhadapan, memang bermimpi akan menjelaskan detial bagaimana perjalanan hidup yang akan segera dilewati. 

Maka ada yang menuliskan mimpi mereka dalam sebuah buku yang ia tuangkan dengan penanya akan memiliki arti sepanjang masa. Mengingat mimpi selama mudanya walau hingga tutup usia ternyata mimpi itu nyaris tidak terpenuhi sebagaimana mestinya. Mempunyai buku dimana menulis mimpi-mimpi adalah hal yang paling ajaib dilakukan oleh pejuang dunia.

Mereka yang menulis mimpi-mimpi mereka yang tidak boleh terlewati begitu saja. Mimpi-mimpi mereka yang tertulis akan terus menjadi saksi dibandingkan mimpi yang hanya terpikir saja dalam ingatan yang juga akan cepat melupakan mereka. Hebatnya buku mimpi akan mengingatkan seberapa banyak ketunaian kehidupan yang terlaksana, yang memberi kelegaan hingga menjadi cerita-cerita hebat kepada keturunannya dan lapis langit ke tujuh. Menjadi cerita doa para alam dan kesaksian ikhtiar para pemiliknya. Bahwa alam ikut berdoa, alam akan mendengar mimpi-mimpi kita.

Bergegaslah bermimpi!
Tulislah mimpimu!

Karena jika esok mati. Engkau menjadi orang yang terkaya karena misi mimpimu. Walau bermimpi membangun rumah semut. Walau mimpi itu cukup ditertawakan. mengapa rumah semut? Membuat derai setelah berpuluh tahun lamanya tidak akan menjadi alasan menyerah. Tidak membuat gentar dengan kekecewaan yang silih berganti. Rumah semut yang diciptakan untuk berperang di Jalan Tuhan. 

Namun, jika berikhtiar dengan mimpi-mimpi yang sangat sulit Tuhan menerimannya. Maka saatnya menata ulang dengannya. Karena kuasa mimpi tidak dapat mengalahkan rencana yang tidak akan pernah sekalipun yang tahu bahwa anak desa menikahi putra kerajaan. Begitupula yang dimaksudkan Tuhan agar menata ulang mimpimu sesuai dengan yang Ia inginkan.

Menata ulang mimpi-mimpimu menjadi lebih mulia, menatanya kembali dengan doa. Memantapkannya dengan ikrar atas kehendaknya. Karena dengan demikian mimpimu akan terasa dijuangkan. Ah, jika bukan karena nanti engkau telah lelah berjuang mungkin keturunanmu akan meneruskan ikrar tulusmu. Karena menjadi bagian dari patuh dan taat adalah pejuang mimpi sejati.

Biarlah tangis menggenggam jari dan dukamu, tetapi menangislah karena kebahagiaan, berbahagialah karena tidak menjadi orang yang celaka dan berputus asa atas ketentuanNya. Karena Tuhan telah sejak lama menetapkanmu fi lauhim mahfudznya dan menetapkan cintanya pada kitab terbaik atas urusan anak manusia dan seisinya. Karena mungkin sehelai daun yang jatuh juga karena atas keinginanNya.

Aku yakin bahwa mimpiku juga dalam genggamannya. Biar ratusan mimpi terencana dan terabadikan dalam catatan. Tetap aku ada didekatNya. Maka perjuangan hebat akan selalu terbayar lunas, dan itu selalu menjadi kekuatan setelah lelah dirasa. Walau lelah dirasa dan tidak kunjung menjadi yang diharapkan, tetap kelelahan atas perjuangan akan menjadi saksi perjuangan. Duhai Tuhan, izinkan.

Sesungguhnya di antara mimpiku terselip namamu yang terus aku tata dan mengulangnya, untuk terus memperjuangkan bagaimana menjadi orang yang paling bahagia dan menjadi pejuang atasnya. Kini disini aku akan terus menata ulang mimpiku, dengan nama pejuang. Duhai Tuhan, izinkan.


Banda Aceh, 29 Juli '13 #ZonaHidupResist



Ada Anggur di dalam Daun #PenaKamiTidakPuasa



Saat kami disibukkan oleh dunia bedah hewan dan tumbuhan. Mungkin saat itu kami tidak sedang berpikir mengapa ini dan mengapa itu. Karena jika saja kami menanyakannya, kami takut seolah meragukan ciptaannya yang tak terbantahkan. Tentu yang dimaksudkan Ia lah teori pencipta. 

Tentu sesuatu yang terjadi adalah tidak terjadi dengan sendirinya. Semua yang berada didunia adalah hasil kreasi atau ciptaan. Seorang ilmuan George politzer mengungkapkan bahwa, 

"Alam semesta bukanlah sesuatu yang diciptakan," dan ia menambahkan, "jika ia diciptakan, ia sudah pasti diciptakan oleh Tuhan dengan seketika dan dari ketiadaan."

Merupakan argument yang sangat membantah eksistensi ketuhanan. Bagaimana kiranya meragukan kehadiran ciptaan kalau bukan ia datang dari seorang yang mempercayai ketuhanan? Tentu tidak mungkin seorang yang mempunyai ketuhanan tidak setia. Hanya yang tidak bertuhan mampu menggulingkan sebuah patahan argument  hebat dalam sejarah ilmiah sepanjang abad.

Kemudian ada banyak yang mencoba-coba eksperimennya dengan sesuatu yang tidak dapat dicerna secara akal sehat, mencoba-coba, dan menyimpulkan sebagaimana akal tidak mampu menjangkau. Teori Abiogenesis Generatio spontanea  yang dibawa oleh seorang Aristoteles bahwa kehidupan terjadi secara spontan, telur-telur ikan menetas, namun ikan yang melahirkan telur sudah ada sejak dahulu hidup seketika di dalam lelumpuran.

Argument-argument tersebut adalah umpamaan yang dibuat oleh ilmiah tak bertuhan. Bangaimana mungkin setiap dari kita akan terus mempertahankan kehidupan yang berasal dari keturunan?
seseorang bertanya,

"Kamu anak siapa?"
"Aku anak ayah dan ibuku," ia bertanya
"Ayah dan Ibunda kamu anak siapa?"
"Ayah dan bunda lahir dari kakek dan nenek,"
"Kakek dan nenek kamu lahir dari siapa?"
"Dari buyut,"
"Buyutmu dari siapakah lahir?"
"dari buyut-buyutnya..."

omne vivum ex vivo, semoga teori kehidupan berasal dari kehidupan tidak lagi menjadi dogma ilmiah yang diterima karena sesungguhnya telah jelas penciptaan manusia dan seisi bumi yang menanunginya adalah penciptaan yang maha kuasa.

Semoga Stanley Miller tidak lagi menjadi panutan ilmu dunia ilmiah bagi masyarakat umum maupun saat dogma itu diterima Sekolah menengah Atas bahwa manusia berasal dari material organik CH4, H2O dan lain-lainnya saat dikejutkan oleh listrik dan kemudian muncul materi hidup. Sebuah buah pikir yang tidak dapat dimasukkan dalam alam bawah sadar bagi mereka-mereka yang mempercayai Tuhan.

Dengan demikian, adapun pengabadian cerita singkat ilmuan telah membawa sedikit lekatan hebat dalam memori. Saat itu memang tidak banyak yang menghiraukan mengapa demikian hebatnya ciptaanNya. Duhai, di dalam daun itu ada sekumpulan anggur yang menggantung. Bagaimana anggur dapat menjadi buah yang tersangkut dalam struktur sekecil potongan daun yang mungkin tidak kutemui potongan itu sebesar semut merah, tipis sekali. Akan tetapi, anggur mampu dilihat perisai indahnya dalam pembesaran objektif 10 x 40. Ficus elastica. Pohon karet hias yang dahulu menjadi penghasil karet. Daun yang besar menyimpan teka-teki kecil yang akal manusia pun tidak akan mampu sedikitpun menjangkaunya. Tentu penciptaan anggur di dalamnya tidaklah diperuntukkan bagi mereka para kaum yang mendustai kuasa dan Tidak mempercayai eksistensi Tuhan semesta alam.

Betapa ratusan ayat digilirkan dalam kitab suci Al-Qur'an mengenai penciptaan. Merupakan tanda kekuasaan yang tidak diragukan, "Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah", dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui." (QS. Al An`aam : 73) 

Lontong Tungku Api #PenaKamiTidakPuasa


            Saat lebaran tiba, ada hal menarik yang sangat ditunggu-tunggu oleh setiap orang dirumah kami. Karena setiap lebaran mucul saya kerap menemukan sanak tetangga seberang kampung yang asing ikut bersilaturahmi ke rumah kami. Setelah bertanya-tanya, ternyata mereka memang sanak famili jauh dari ayahanda. Saya saat itu sedang menonton televisi di ruang depan dan ketika menuju ke belakang,
“Wahh.. Lontong yang disediakan tadi pagi kok cepat sekali habisnya?” tanyaku pada Ibu yang sedang mempersiapkan lagi lontong yang tersedia di dapur.
“Ya.. diserbu dong sama tamu seberang Meunasah Pante!”
Dibalik tidak kenalnya saya kepada mereka, saya turut bangga. Mungkin saya sedang tidak puas-puasnya berpikir, bagaimana mereka tahu kalau di rumah kami menyediakan lontong tiap tahunnya? Sebenarnya memang tidak jadi masalah karena biasanya kami memasak lontong dalam jumlah yang banyak. Tentu ini sudah menjadi tradisi, tiap tahun ibu mengukusnya dengan berbambu-bambu nasi dan  memasaknya dengan alumunium berukuran sebesar ember cat.
            Tentunya saya turut andil dalam pembuatan acara tahunan ini dan menjadi koki pemantau api tiap tahunnya. Andai ada banyak saudara kandung saya yang tidak sibuk diluar rumah, ia akan turut membantu, ah sayangnya kegiatan ini seolah-olah semua tangan tertuju padaku.
            Kalau ayahanda tidak terlalu sibuk, biasanya ia akan membantu mencari pelepah pisang dari kebun yang daunnya besar-besar. Daun ini biasanya akan menjadi bahan dasar pembungkus kukusan lontong. Berpuluh bungkus kukusan beras dikaitkan dengan lidi atas dan bawah daun. Setelah selesai, Ibulah yang akan menjadi bagian pengatur dan penyusunan letak di dalam panci besar alumunium itu.
            Terlepas dari itu semua, saya turut menjadi anak bawang untuk mengangkatnya menuju belakang rumah kami, dimana ada banyak kayu kebun yang ditebang, kayu bekas pembangunan dan tidak lupa batok kelapa kering. Tiga bahan tersebutlah yang akan menjadi pemicu pembakaran lontong di atas tungku. Loh kok batok kelapa bisa? My dear, batok kelapa ini lah yang pada dasarnya yang menyembabkan semburat api menjuntai ketika api beranjak mati. Tidak mengerti pula bagaimana detilnya, tetapi yang jelas batok mengandung minyak.
            Begitulah tugas saya sepanjang hari, memantau api di belakang rumah dalam kegiatan annual sepanjang kebahagiaan Lebaran. Memasaknya tentu menguras tenaga, selain harus selalu memasukkan batok kelapa ataupun kayu dalam tungku berulang-ulang, saya juga harus melihat ketersedian air yang digunakan untuk merebus kukusan. Jika tidak? makanan tidak akan masak dong! Tentu air perebusannya harus diberi berulang-ulang pula ketika ketersediaannya habis.
            Selain itu, memasaknya membutuhkan 9 sampai 10 jam. Jika memasaknya jam 10 pagi, aku harus memantau masakan ini hingga larut malam. Acapkali mukaku menjadi memerah kegelapan, seharian bermain dengan api dan asapnya. Jika bukan memasak dengan waktu yang sepadan, lontongnya tentu akan amburadul. Hal ini pernah terjadi pada beberapa tahun silam, lontong menjadi terlalu lembek karena tidak bagus penjagaannya atau terlalu keras karena melewati batas ambang pemasakan. Sebenarnya kebutuhan 9 sampai 10 jam pemasakan hanyalah prediksi ibu yang terkadang dapat berubah menjadi beberapa jam lagi jika api rentan mati dalam tungkunya karena tidak terlalu dijaga dengan baik.

            Tepat pada waktu yang sangat larut kami mengangkat lontong dari tungku dan ibu telah mempersiapkan lauk yang bertemankan tauco cabe hijo dan aneka macam daging. Keesokan paginya usai Shalat Idul Fitri, rumah kami memang benar-benar diserbu, bagaimana tidak, rumah kami terletak di depan masjid. Tidak salah juga ya lontong kami terkenal dan dilahap warga kampung serta sanak famili setiap tahunnya, pikirku.

Petuah #PenaKamiTidakPuasa

Syukur pada penciptaanNya, atas darah yang paling pekat, yakni hati. Memang menemukan sesuatu yang lebih besar dari biasanya dan lama sudah menanti kabarnya. Sejak kecil aku hanya mendengar cibiran orang-orang, namun kali ini aku benar-benar menginginkannya. Inilah sebab mengapa saudari lelaki tertua di rumah kami telah disekolahkan terlalu jauh, tetapi aku tidak mengerti mengapa aku tidak mendapatkan seindah pemikiran sang orang tua kepadanya, terlepas aku adalah seorang perempuan. Memang dahulunya aku tidak turut mengerti lantunan semua jenis irama yang di putarkan dalam radio terbesar milik ayahku. Aku pula tidak mengerti mengapa buku-buku lama bertuliskan Arab tersimpan dalam lemari lama yang cukup memanjang ke atas dan terselipkan satu buah boneka kecilku berwarna kuning.

            Guruku berpesan, "Seharusnya kamu lebih dulu mengutamakan hal selangka ini, beruntunglah hatimu terbesit hal yang sedemikian rupa indahnya dan Allah telah meletakkan kesempatan indah itu kepadamu. Maka dengarlah, yang lain dapat disusul setelah perjuangan hebat ini, tahanlah hawa nafsu, semoga engkau mendapatkannya." Hatiku juga ikut mengangguk.

            Sejenak dalam ruang waktu yang sangat begitu sempit, kami disempatkan untuk bertemu dalam pandangan air yang mengalir, taman sekeliling masjid Ibnu Sina. Tempat dimana masjid ini menjadi Tuan kakiku berpijak pertama kali saat aku bertemu dengannya. Landskap yang dicaripun begitu berlimpah ruang kemenangan, taman air mengalir dimana seorang atau banyak tubuh yang menyaksikan akan menangkap memori-memori yang sedang direncanakan untuk melekat. Aku baru tahu beberapa waktu lalu bahwa Ibnu Sina adalah seorang dokter, secara fenomenal ku tahu bukunya marak disebut The Qanon tak lepas pula dari ingatan bahwa ia juga Penghafal penceriteraan kitab islam. Di tempat masjid Ibnu Sina itu pula aku jatuh hati pada guruku.

            Bagaimanapun rencanaku akan sangat berat dan mengamukkan pikiran. Sesungguhnya ini benar-benar tidak semudah yang aku bayangkan sebelumnya. Mungkin dalam benakku awalnya Aku hanya akan mampu seperempatnya seumur hidup. Namun, guruku membawaku kedunia yang semestinya aku pikirkan. Mungkin ini soal niatnya atau ini soal kekuatan semangat itu sendiri yang harus ditata ulang.
“Dahulu saya mencoba membela diri siang malam memperjuangkannya. Tidak punya alasan untuk terdiam sedari malam. Hingga desir, ringkik kuda, dan pak kusir. Bahkan pembunuhan turut terjadi malam itu. Anak mudi yang kuliah dan dimutilasi seluruh tubuhnya, pelakunya jelas bukan orang waras, paling-paling orang gila yang lepas dari terali.” Aku terdiam dan mendengarkan

            Guruku kemudian menatap mataku lama. Ada yang ingin ia yakini, tetapi terdiamnya membuatku juga merasa ingin melihatnya lebih dalam. Aku tatap matanya yang bulat. Duhai ada apa guru, apa yang terjadi. Aku lepas dari matanya seketika melihat tempat lain sambil tetap terdiam.
“Bayangkan saja, nyai bahkan pernah menyuruh saya untuk diantarkan oleh seorang lelaki kepercayaannya untuk mengantar jemput sejak peristiwa bengis itu. Takut Saya celaka, namun saya tetap menolaknya. Saya ditemani kusir lepas pukul Sembilan malam.” Aku bukan tidak percaya guru, aku hanya ingin terus menyimakmu, dan aku tentu bukan dirimu. Aku meyakini diriku.
“Di tempat itu pula setiap saatnya saya harus berjalan sambil jongkok sebagai adat penghormatan, begitulah ketika saya bertemu para nyai saat ingin menyaalurkan hafalan, sulit ketika jarak jongkok sambil berjalan harus dilakoni setiap kali akan menyimak bacaan olehnya, tentu bukan saya saja, jadi memang harus menerimanya.”

            Beberapa hari selanjutnya kami kembali bertemu muka, tepat pelantaran taman dan kantin rumah sakit. Sesungguhnya disaat itu pula muncul cerita yang amat sangat sederhana. Aku mungkin tidak begitu jemu memikirkan saat sang guru tidak makan saat itu, tetapi aku menjadi lapar disaat orang lain tidak memikirkan makan, aneh bukan tidak, tetapi hanya sedikit menuai malu. Ia menghabiskan dalam satu saat menuju perjalanan sebagai pembedah tanpa tidak ingat bahwa ia juga harus mengisi perutnya. Bukankah ia pula seorang pemikir? Seorang pembedah? Seorang yang memikirkan bagaimana juga turut belajar? Menjadi guru terbesar bagiku, bukan pula harus aku lebih-lebihkan, sesempurnanya.

“Guru bebas, mau makan apa saja! silahkan! Saya senang jika hari ini guru makan bersama saya.” sang guru tersenyum dan memilih posisi duduk. Ia memilih duduk bersama pula seorang dokter yang telah menamatkan studinya ke Jepang. Mereka sangat akrab, seakan sebaya bahkan berbicara dalam bahasa Jepang. Ah, naïf sekali. Aku hanya terkesima, tidak berani menyimpulkan apapun, karena aku tidak mampu berbhasa Jepang. Sungguh sempitnya ilmuku.

“Beliau ingin memanggil saya dengan sebutan kakak, lantas saya tidak mengizinkannya kecuali ia ingin bercakap Jepang dengan saya.” ucap guru. Aku takjub. Terakhir aku mengetahui guruku menguasai bahasa dunia lainnya, German, Perancis, Inggris, dan Arab. Oh Tuhan. Aku semakin tersipu. Aku merasa duduk dalam kolong jembatan, melihat air mengalir.

            Aku mulai kembali mencerna kalimat-klimat perjumpaan singkat dengannya saat bertemu, sambil mengangkat makanan dengan tangan, melahap kuah kari dengan sepiring nasi. Ah, ini lagi-lagi soal niat. Lagi-lagi niatnya dan semangat yang harus dibangun. Banyak perempuan jawa yang meniatkan hafalannya hanya gara-gara ingin mendapat suami penghafal dan nyatanya hanya menghafal 2-3 juz. Lagi-lagi, kalau ingin mengingat ayat-ayat hanya untuk sekadar mengajari anak kandung mengaji, juz ‘amma sudah cukup. Mungkin yang meniatkan untuk hanya menjadikannya politik beasiswa keluar, saat itu pula terpikir untuk menghafal kitab suci mereka, sebelumnya? Bahwa lain halnya ketika sebuah mahkota dan pakaian surga ingin ditancapkan kepada ibu dan bapaknya. Niat mungkin dapat diperbaiki nantinya.

            Guru kini didatangi dokter muda saat kami makan dan berbicara soal resep yang harus segera dikonsumsi pasien dan mencatatnya.
“bla.. bla.. bla... segera! Check, tolong katakan kepada lainnya.. bla..bla..” aku terkesima sambil menghayati kembali sesuatu. Ini soal mengenang sang guru.

            Bayangkan saja, aku hanya tersadar ketika aku berjumpa dengan sosoknya. Suatu memori yang telah tercuri lama tidak dikenalkan dan kembali terkenang serta mencari daya ingatan. Achmad di Pante, Kakekku. Wajahnya saja tidak pernahku lihat. Aku ingin ia megitari sepeda dan aku duduk dibelakangnya. Membawa aku berkeliling dan meniti tangga masjid yang pernah dihancurkan berkeping-keping oleh Belanda dan kini berada dipusat kota. Kembali ke sana melihatnya menjadi imam dan shalat dibelakangnya. Sungguh andai-andai yang sudah tidak dapat dibiaskan pelupuk mata. Perjumpaan hanya sekadar berita. Bukunya telah menjadi kenangan dalam lemari yang sungguh sangat panjang itu.

            Seorang putera Aceh yang sempat mengayunkan negeri jawa ke puncak tenarnya, mengemat pendidikan pesantren, seorang penghafal dan qori Aceh yang membawa nama jawa terdepankan sebagai musabaqah nasional, ya bukan bahkan membela Aceh saat itu, ia saudara lelakiku. Mungkin cukup melukiskan, mengapa seharusnya aku pula mampu. Ah, kenapa sekarang baru saja aku seperti akan diingatkan kembali kejayaan pada suatu masa.

            “Begitulah seharusnya, pesan awalnya. Jagalah hati. Sejak awal telah menjadi saksi, sudah tertuliskan bahwa kita akan ditemukan sejak lama.” Guru tersenyum ketika hayatanku menghadap seorang lelaki, dokter muda yang berbicara kepadanya, “tidak banyak pemuda yang dahsyat didunia, semua ketaatan banyak diambil oleh para tetua di masjid. Apakah dokter muda tadi cukup membuatmu antusias?” aku terkejut dan beristigfar.

“Guru, sungguh perkataan guru lebih benar atas apa yang saya lihat!” aku mengakhirinya sembari mengajak guru kembali untuk menyimak ditaman.


Menjemput Teman Sepermainan #PenaKamiTidakPuasa

            Sejak dahulu aku memiliki beberapa teman, Banyak sekali. Tetapi, teman ini yang memang belum aku kenal. Ia datang cukup jauh, kecepatan geraknya ibarat kecepatan cahaya pada supernova digelapnya andromeda. Bahkan mungkin lebih cepat dari cahaya itu sendiri. Ia datang dan menemani hari-hariku. Padahal aku tidak cukup mengenalnya. Ya, benar ia temanku, kata ayah dan ibu. Tapi, belum apapun ia sudah menceramahiku, ah apa pula dia. Ini tentu tak bisa dibiarkan. Aku mulai membencinya saat itu juga, entahlah aku tidak mengerti siapa dia. Teman macam apa dia? Tapi melihat aku membiarkannya, ia semakin sendu  dan pilu. Ia kemudian menangis bahkan tangisnya tidak punya nada sedikitpun. Tidak seperti manusia normal lainnya, hanya saja ketika itu aku melihatnya menangis hanya untuk melihat air bening yang setetes demi tetes jatuh. Sama sekali bukan suara.

            Kemudian aku kembali mendekatinya lagi. Karena tidak mungkin aku melihatnya menangis hanya untukku, bahkan lebih dari yang seharusnya. Benar, ia tidak berhak menangis untukku. Aku mencoba mendekatinya lagi, ya aku berdamai. Aku ingin menjadi temannya. Kemudian aku dengannya terbentuk tali kasih yang erat, ia memberi sesuatu pertanda untukku dengan sangat hati-hati. Ia memang membuatku pantas menjadi temannya, karena ia lembut, suci, ia ingin menyertaiku selalu. Saat itu pula aku menyadari ia memang dititipkan untukku. Aku tidak pernah mendustai itu, bagaimanapun semua jalan ia arungi untukku. Ia memang cantik luar biasa. Ketika Aku mencoba menjelekkan teman yang lainnya, ia datang untuk memberi sesuatu yang selalu  berbeda. Namun, aku jarang sekali mengerti. Meskipun aku kini sadar ia temanku.

            Ia memang teman yang setia. Ia memberi sebuah ingatan menempuh doa-doa saat saraf menjadi ngilu di atas kaki, batang tubuhku, dan saat batang leher mulai kaku. Maka tiap aku akan makan, aku dianjurkan jangan lupa menghindar siksa ‘an-naar’ dan kemudian meminum dua teguk dengan hikmat. Ketika aku menuju rumahnya para tanduk yang membenci manusia, ia juga mengingatkanku kembali bahwa di dalamnya terlalu busuk tanpa memanjatkan sesuatu. Mengingatkan kembali bahwa penuh manusia memenuhi rumah pencipta tanpa mengharap ridha di awal pintu perjumpaan. Menuntun mata untuk melihat pemiliknya saja. Ia kemudian hanya ingin aku mendengarnya lebih dalam dan iapun menjadi pendengar yang baik saat aku merasa sempit, menggait kaki berjalan hingga menuju arahnya,  hingga pada perjalananku itu aku telah dibuat olehnya untuk tidak terlepas dari genggamannya sedikitpun.

           
            Aku ingin sekali menamparnya, apakah ia cukup hidup atau ia hanya teman yang mampir singgah. Ya, Aku menamparnya. Kemudian ia menamparku kembali lebih sakit, ah. Ia murung saat itu, Aku memangis. Tamparan kami sama-sama menuai perih. Kemudian aku kembali memeluknya, meredakan sakit kami. Duhai teman, aku ingin menjemputmu setiap saat hingga dirasa tempatku cukup menjadi tempat bermainmu. Hingga sampai Tuhan bertanya, siapa temanmu nanti saat ruang semakin gelap? Ia duhai Tuhan,(aku menunjukmu), Hatiku. Ia petunjuk Amalku selalu.

Projeksi dan Peduli Lingkungan #PenaKamiTidakPuasa

Terlepas menjadi seorang peneliti, saya yakin sekali ada  lebih banyak peneliti lain yang sangat hebat dalam penelitiannya. Sesungguhnya setiap manusia adalah peneliti. Ketika seorang peneliti diacungkan untuk maju dan angkat tangan, jelas semua peneliti di dunia mana saja turut andil. Salah satunya adalah peneliti lingkungan masing-masing dan ia sangat ingin peduli dengan lingkungannya. Tentu menjaga lingkungan bukan hanya tugas seorang calon peneliti yang kuliah diperguruan tinggi keilmuan, melainkan menjaga lingkungan adalah tugas makhluk khalifah di muka bumi. Setidaknya seumur hidup kita telah menjadi peneliti bagi hidup kita sendiri.

Ini cerita tentang lingkungan kita semua dan segelintir perlakuan kami sebagai peneliti. Beberapa waktu lalu kami diharuskan membuat sebuah projek lingkungan untuk memenuhi tugas mata kuliah kampus. Projek ini bebas dan tentu tidak dilakukan sendiri-sendiri. Saya waktu itu terpilih oleh banyak lelaki dan menjadi salah seorang wanita dalam kelompok mereka. Mereka merasa projek ini sangat tidak berkenaan dengan jurusan mata kuliah mereka yakni matematika. Saya pun turut andil dan mereka pula sangat kritis. Pada Prodi semester 2, setiap dari mahasiswa mipa masih mendapat pengaruh mata kulaih paket MKU. Kebebasan ini membuat kami bingung harus mengangkat tema apa dalam realisasinya. Untuk itu, kami mengangkat tema yang sangat sederhana sekali yakni menanam pohon jabon dan sengon.



Tentu penanaman pohon jabon dan sengon adalah langkah sederhana yang dapat dilakukan dalam menjaga lingkungan. Pohon Jabon Neolamarckia cadamba telah menjadi sasaran diberbagai lingkungan sebagai pohon yang sangat ramah serta memiliki banyak kelebihan. Pohon ini adalah jenis pohon yang amat cepat proses pertumbuhannya sehingga bagi para pedagang kayu, kayu akan mudah ditebang dan diproduksi dalam kurun waktu yang singkat yakni kurang lebih 4 tahun. Belum lagi kelebihannya yang merindangkan yakni daunnya sangat lebar yang secara biologi penyerapan CO2 yang menimbulkan panas selama ini, dapat diserap baik oleh daun tersebut dalam kapasitas yang lebih besar pula. Tentunya kelebihan lain dari jabon tersebut yakni daunnya yang tidak lezat bagi para mamalia seperti kambing, sapi, dan lain-lain sehingga tidak mudah dimakan apabila ditanam dalam pekarangan.

Posisi yang diambil dalam penanaman ini yakni bersebelahan dengan kantor Badan Eksekutif Mahasiswa MIPA. Pengambilan tempat ini tentunya didasarkan atas kosongnya lahan sehingga sangat mendukung apabila ditanam.





Lain halnya Sengon, Sengon adalah contoh lain dari Jabon. Pohon ini secara ilmiah dikenal sebagai Albizia chinensis adalah sejenis pohon anggota suku Fabaceae. Dedaunan yang dimiliki sangat erat dengan kemiripan pohon Asam dan Pete. Pohon peneduh dan penghasil kayu ini tersebar secara alami di India, Asia Tenggara, Cina Selatan, dan Indonesia. Tujuan yang menunjukkan ramah lingkungannya pohon ini yakni dapat melangsungkan pertumbuhan dalam kondisi tandus dan hidup sebagai perintis. Tanaman ini pun kami  tanam sesuai dengan perannya. Posisi yang diambil yakni berhadapan dengan sekret D3 MIPA. Hal ini juga didukung karena kekosongan lahan dan ketandusan tanahnya. 

Adapun yang menjadi realisasi terbesar dalam penanaman pohon ini yakni lepas guna dari pemanfaatan penebangan, melainkan mengisi kekosongan lahan, kerindangan, dan peran tanah tandus menjadi fungsional. Oleh karenanya, sebagai penekanan kami berusaha untuk mendukung kegiatan lain dari penanaman tersebut yakni memanfaatkan kertas bekas untuk dijadikan buku catatan kecil mahasiswa. Sepintas menimbulkan pertanyaan akan hubungannya yang sangat erat. Kita akan mengenal setiap saatnya kertas yang diolah berasal dari bubur kertas. Bubur kertas ini tentunya tidak lain berasal dari pengolah an kayu. Pohon yang kerap ditebang setiap saat menimbulkan masalah lingkungan yang harus diwaspadai seperti salah satunya yakni longsor, tentu hal ini menjadi salah satu penyebabnya yakni pemanfaatan kayu yang berlebihan sebagi pembuatan kertas, untuk itu sebagai mahasiswa yang mengerti akan ancaman kehilangan pohon sudah semestinya turut memanfaatkan kertas bekas untuk meminimalisir penggunaan kertas yang berlebihan.


Pemanfaatan kertas ini akan sangat mudah dilakukan bahkan secara pribadi langkah ini dapat dilakukan otodidak dengan kertas pribadi di rumah atau kertas kerja pembuangan kantor yang tidak lagi dimanfaatkan. Bahkan jika ingin lebih rapi, kita dapat menyodorkan kertas tersebut kepada yang terbiasa memotongnya yang tentunya dengan tangan-tangan mereka yang lebih prakti dengan harga terjangkau. Hal lain yang mampu dikembangkan dari pengolahan kertas ini yakni dapat kita canangkan dalam ajang ekonomi kampus. Ini tentunya dapat dilakukan siapa saja.





Dengan demikian, Tidak lagi memiliki alasan harus menjadi ilmuan untuk peduli lingkungan. Perlakuan tersebut tentunya dapat dilakukan semua pihak dengan langkah-langkah yang sangat sederhana. Sesungguhnya andalah peneliti dalam lingkungan anda sendiri.



Kenangan Semasa Zaman-Baiturrahman #PenaKamiTidakPuasa



Tepat persisnya, saat tulisan ini diabadikan. Menuliskannya sebagai buah rindu yang lama lenyap berbisik keharuman. Masjid Raya kini menjadi tempat yang masih sangat dijadikan prioritas mukmin dalam beribadah. Semua eksotisme yang terbiaskan membuat para turis datang dari berbagai penjuru, masjid ini kian berkembang dan dikenal, dan sejarah lamanya memberikan cukup saksi soal perlawanan. Emosional pengunjung akan Baiturrahman, rumah yang penuh kasih ini, telah menjadikannya sebagai tempat yang sangat menenangkan untuk beribadah siang malam, belum lagi yang dapat melangsungkan akad pernikahan begitu hikmat di dalamnya. Bahkan rumah Tuhan cukup gentar menyaksikan gelombang beberapa tahun silam. Begitu berbahagialah masjid ini, telah menjadi substansi berharga ditengah keberadaan pusat kota.

Pada tujuh belas Ramadhan lalu, sebagaimana semestinya kaum muslim akan memperingati Hari Nuzulul Qur'an atau hari turunnya Al-Qur'an. Semaraknya peringatan ini juga dirayakan disejumlah masjid, salah satunya masjid pusat kota, Baiturrahman. Ketika itu, Mantan Imam Masjid Madinah, Syeikh Ali Muhammad Ali Jaber tampil sebagai penceramah Nuzulul Quran di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Minggu (05/08/12) malam. Selain mengisi ceramah, ulama ini juga bertindak sebagai imam shalat Isya dan Tarawih. Hadir pada peringatan Nuzulul Quran tersebut yakni di antaranya Gubernur Aceh Zaini Abdullah, Kapolda, Wali Kota Banda Aceh, dan pejabat dinas/lembaga di jajaran Pemerintah Aceh.

Seperti yang dilansirkan http://seputaraceh.com/read/10573/2012/08/07/syeikh-ali-jaber-ingin-aceh-jadi-aceh-al-quran, Syaikh memberi beberapa untai kata kepada pemerintah Aceh dalam kedatangannya tersebut,
“Kalau Gubernur Aceh menyutujui, saya akan perjuangkan Aceh menjadi Aceh Al Quran. Saya akan menjadikan Aceh penghafal Al Quran. Cita-cita saya, anak dan cucu bapak-bapak ke depan menjadi imam besar,” ujarnya.

Sebagai jamaah yang turut hadir dalam pelaksanaan peringatan Nuzulul Qur'an tersebut saya merasa sangat diistimewakan dengan kehadiran beliau. Bahkan, kedatangannya yang sesaat tersebut telah memberikan goresan petunjuk yang begitu dalam. Bagaimana kiranya jika jauh sebelum itu pula, saya merasakan kehadiran seseorang yang tidak pernah saya temui seumur hidup dan hanya mendengar ceritanya dari orang tua dan sanak saudara terdekat.

Beliau dahulu adalah seorang penghafal Qur'an. Kini hanya dapat melihatnya dalam bayang cerita. Siapakah kini yang akan mewarisi sandangan penghafal tersebut jika bukan cucu-cucunya? Andai hidup dizamannya, aku pun akan turut berdiri di belakang shafnya, tepat di Masjid Raya Baiturrahman. Tempat yang saat itu Syaikh Ali Muhammad Ali Jaber menyampaikan maklumat mutiaranya dan menjadi tamu besar bagi rakyat Aceh.

Beliau adalah seorang  teungku, bernama tgk.Ahmad. Seorang yang sangat dipercaya di kampung kami dan imamnya orang Aceh di Masjid Besar yang kita kenal saat ini. Jika beliau masih hidup, saya akan tetap membayangkan betapa indah kalimat Syaikh Ali itu dituturkan melalui lisannya yang mulia, menjadikan Aceh yakni Aceh-Al-Qur'an. Kini seluruh doa terpanjatkan, menjadi panutan kami disemasa zaman. Menatap peninggalan buku-bukumu dan berharap mengerti isinya suatu saat. Kami merindukan Imam kami.

#PenaKamiTidakPuasa

Meluaskan Cita-cita Sang Anak #PenaKamiTidakPuasa

Ketika pagi terus menyambut, akan ada setiap cerita yang akan dimulai kembali. Seperti halnya setiap manusia yang bekerja mulai me-starter kembali motornya atau mobilnya untuk dapat melaju ke tempat tujuan kerja. Belum lagi ketika mencoba melanjutkan perjalanan, sarapan akan tetap menjadi teman di pagi hari. Kemudian ketika seorang ayah dari anak-anak harus bekerja, di saat itu pula anak-anak akan berangkat ke sekolah untuk belajar bersama teman-temannya.

Ketika seorang yakin hari-harinya sangat berkualitas, ia pasti merasakan hasil memuaskan dari hasil kerjanya. Namun berbeda halnya jika nilai kualitasnya hanya terorganisir sumber income yang masuk melaju setiap saatnya, tentu akan ada yang patut ditanya mengapa harus pendapatan itu sendiri? Sehingga semuanya tidak ikut campur banyak dan hanya menurut.

Contohnya adalah anak-anak yang suka meminta ayah dan ibunya berjalan-jalan, kini hanya cerita 
"Ayah mencari uang nak," atau
"Adik, bunda harus kerja, adik tidak boleh ikut, nanti adik ribut." Jikalau bukan karena itu, apalagi yang mebuat sang anak turut menangis?


Ketika dahulu ibuku bekerja, ibu turut sesekali membawaku untuk bermain. Selain profesinya sebagai guru, ia tahu bahwa membuat anak sering terpaku diam hanya membuat anak membatu, mengeras. Ibu tetap mengizinkan aku bermain disekitaran tempat kerja, di antaranya makan di kantin dan berbicara dengan warga kantin lebih lama walau ketika itu aku sendiri saja. Ketika aku bosan, saat itu juga aku kembali melihat ruang kerja ibuku, melihat ia mengajar, kemudian menuju perpustakaan untuk melanjutkan hobi lompat -melompat diantara satu meja buku dengan meja yang lain disaat para pembaca tidak menaunginya, tidak lupa menuju taman sekolah sembari memandang banyak orang yang belajar, dan pasti melihat berbagai macam orang-orang disiplin kantor yang sedang mengetik. Tanya ini dan tanya itu.

Begitupula dengan ayah, aku diberi kesempatan ikut sepulang sekolah untuk melihat-lihat kantor ayah. Ah, yang penting aku tetap dibawa, walaupun nantinya aku harus menunggu di kendaraannya, melihatnya bekerja, memperhatikan pula ruang kerjanya, bermain air tempat orang-orang yang sedang berwudhu, dan tidak lupa melihat lapangan tennis tempat pekerja-pekerja melwati waktunya.

Mungkin ada kata yang ia semat selalu dalam pemahaman pengajaran mereka, bahwa

"Semakin banyak mata memandang maka akan semakin luaslah cita-citanya." Sajak lama

Jika sang anak dibatasi akan kesibukan orang tuanya, bagaimanakah lagi yang seharusnya dikatakan kualitas? Mungkinkah benteng ter-emisinya income menjadi patukan atau kestabilan disaat kesibukan? Jika sejak kecil anak hanya dibiarkan melihat dengan cara pandang lama yakni berdiam di rumah dan menunggu ayah-ibu pulang, apakah kalimat yang baik kita katakan pada diri kita sendiri? Bahwa terlalu banyak yang berasumsi, membawa anak kemana-mana adalah segampang kalimat 'anak itu repot'. Padahal ia diciptakan untuk hadir ke dunia dengan segenap keinginan yang sama, ingin melihat, merasa, dan menjadi pendengar yang baik. Itulah sebab ia punya cita-cita menuju ridha Tuhannya (Allah).

Menyantuni Romantika Kehidupan #PenaKamiTidakPuasa

Sedari kecil, terbiasa menjadi bagian dari alam adalah sebuah keniscayaan. Ayam, kucing liar, kucing piaraan, marmud-marmud, cicak kecil, cicak besar, burung merpati, monyet, dan tidak lupa aves sampai sekarang yang masih akrab menjadi simpanan rumah yakni ayam dan burung jalak.

Sejak kecil binatang di atas kerap menjadi teman. Kata ibu, saat nenek menjagaku dalam keadaan lengah, aku sempat dikelabui oleh hewan yang rentan rabies di dunia yakni monyet. Waktu itu nenek mungkin saja lelah dan tertidur. Setelah sadar, nenek melihat mukaku dielus monyet dan kakiku diangkat dengan persis kepalaku di bawah. Nenek berteriak kegirangan dan monyetpun berlari. Memori sabang, beberapa bulan terlahir ke dunia.

Aku dan kucing saat itu bertaaruf alias saling mengenal saat aku masih berumur lima tahun. Kami terbiasa berdua. Bahkan sejak kecil, kami sering tidur dibawah tudung nasi yang dilumatkan di lantai hingga suatu ketika ibu mencari-cariku. Tingkahku memang tidak dapat dimengerti sejak kecil. Ketika akrab sekali dengan sang kucing, aku rentan melihat kucingku dapat membuka tudung nasi yang terbuat dari rotan dan ibu sangat marah. Kami hidup sepuluh tahun bersamanya hingga ia menjadi sangat tua dan tiada.

Lain lagi ketika itu, saat memelihara ayam kate malaysia dan hutan. Ayam kate hutan kami kerap menghilang saat awal-awal adaptasi kandang baru di rumah kami. Jikalau bukan bersembunyi di atas pohon jeruk perut dan bisa dipastikan ia berada di atas atap rumah. Kami cukup terbiasa dengan ayam sejak kecil, bahkan aku mempunyai seorang abang yang sejak duduk di Sekolah Menengah Pertama sudah mengurus ayam yang anaknya beranak pinak dan peliharaannya memenuhi standar kandang penjual bebek terkenal. Sejak itu pula sang abangku rajin berbisnis. 

Ah, lupakan soal marmud yang pernah  kupelihara. Karena anaknya mati semua. Anak-anak marmud yang pernah aku pelihara sejak kecil ini musnah ditelan khatulistiwa hanya gara-gara kaki induknya yang tinggal bersamanya. Terjepit dan henyaklah dalam himpitan lubang.

Namun, dari sekian banyak peliharaan yang memiliki hakikat kesetiaan adalah kucing dan ayam. Mereka sangat lama bersama kami, bahkan kucing kami sudah berada pada umur lepas sepuluh tahun. Seperti seharusnya, kucing dan ayam kami tetap punya keadaan tertentu yang sangat dimaklumi. Kunyit bubuk sering menjadi warna yang menempel pada bagian lukanya saat kucingku berkelana dan berkelahi. Kata Ibu, hanya itulah obat lukanya. Belum lagi ketika ayam-ayam kami sakit, Ibu kerap menyuapi ayam tersebut dengan nasi yang pada umumnya manusia makan. Bukankah Hewan juga makhluk yang patut kita santuni?

Kini burung jalak lain bersiul tepat dibelakang rumah dan berteriak saat kami menumpahkan air karena saat itu ia tahu kapan seharusnya mandi dengan sayap-sayapnya dan meniru suara jelek yang kami keluarkan saat kami bersin.



Turut mengabadikan sebuah lukisan ayam piaraan kami. By: Nuurul Husna

Tangisnya Istri Seorang Pejuang #PenaKamiTidakPuasa

Ummu Salamah atau kerap disebut Hindun sebelum menjadi istri nabi adalah seorang istri dari seorang pejuang. Ketika itu Ummu Salamah terlihat sangat bersedih karena suaminya tersebut Abu Salamah syahid dalam sebuah peperangan. Pada saat itu pula nabi melarang ia bersedih berlarut-larut.

'Ubaid bin Umair rahimahullah, menyatakan bahwa Ummu Salamah berkata, "ketika Abu Salamah meninggal dunia, aku berkata kepada diri sendiri, 'kini dia menyendiri dan berada ditempat yang asing. Aku akan menangis sekuat-kuatnya atas kepergiannya.' Sebenarnya aku telah bersiap-siap untuk menangisinya. tetapi, ketika seorang wanita dari daerah 'awali datang dan ingin bersimpati serta menangis bersamaku, Rasulullah saw. mencegatnya seraya berkata, 'Apakah engkau ingin memasukkan setan ke rumah yang telah dibebaskan oleh Allah darinya?' Beliau mengatakannya dua kali. mendengar hal itu, Aku langsung menahan diri dan tidak jadi menangis.' Diriwayatkan oleh Ahmad vol.6 hlm. 289, dan Muslim no.922, kitab Al-Janaa'iz, kitab Al-bukaa' 'Alal Mayyit. Kemudian diantara kita patut bertanya, apa sebabnya kita berlarut dengannya jika bukan syaitan yang mengelabuinya?

"Teruslah bersedih, engkau memang sedang bersedih dan sungguh engkau sangat kasihan, teruslah dan benar engkau sangat sedih." Syaitan berbisik ria. 

Maka rusaklah ragamu teman. Begitulah syaitan memanfaatkan segala sesuatunya darimu. Selain masuk ke dalam darahmu yang paling pekat, ia juga akan memanfaatkan peluang-peluang emas darimu agar engkau terpuruk dan mengeluh. Lain, ketika seorang terpuruk dan mengeluh maka hidupnya akan hampa dan mati. Lantas yang terjadi jika diteruskan, ia pun akan menyusul pada kematian yang sebenarnya.

Dalam sebuah Al-Ma'tsur telah tertera sebuah doa kala seorang bersedih, doa yang membacanya mengantarkannya pada kebahagiaan;

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحُزْنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ،وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ

“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari (hal yang) kesusahan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, Aku berlindung kepadaMu dari sifat bakhil dan penakut, Aku berlindung kepadaMu dari lilitan hutang dan Dominasi manusia.” (HR. Al-Bukhari no. 6363)

Kabar Bahagia itu kemudian menyelimutinya. Ummu Salamah dipinang oleh seorang nabi seluruh jagad alam dan penutup para nabi untuk menjadi istri seorang yang mulia kedudukannya. Maka seyogyanya bukan hanya Umar dan Abu Bakar ingin menikahinya kemudian tertolak, demikian pula seorang mengantarkan pesan terakhir yakni nabi sendiri yang akan menjaga dan mengganti suaminya, ia pun menerima pinangannya. Maka Ummu Salamah pun menyampaikan kembali pesannya melalui orang utusan tersebut,

"Selamat datang. Sampaikan kepada Rasulullah saw. bahwa aku adalah seorang wanita yang sangat pencemburu dan mempunyai seorang anak yang masih kecil, serta aku tidak punya seorang walipun disini." (Sirah Sahabiyah, Mahmud Al-Mishri)

Percayalah kesenanganmu akan selalu datang silih berganti musim dan diatur dalam sebaik-baiknya kitab. Semoga kita termasuk dalam orang-orang yang dibahagiakan hingga akhir masa. 

Resensi Novel: "Bumi Manusia"


Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran apalagi dala perbuatan.
---Pramoedya Ananta Toer—
               
                Bumi Manusia. Mungkin tidak semua sosok manusia mengenal salah satu pemilik novel  tetralogi ini. Pramoedya Ananta Toer atau yang kerap disapa Pram. Tetralogi Bumi Manusia. Novel roman dengan tetralogi baru yang mengambil latar belakang dan cikal bakal kebangsaan Indonesia di awal abad ke- 20. “Bumi Manusia” merupakan tetralogi pertama yang kemudian disusul dengan “Anak Semua Bangsa”, “Jejak Langkah” dan “Rumah Kaca”. Dibekali rasa yang bergejolak luar biasa menempatkan jemari tangan untuk segera melukiskan novel yang begitu hebat mengubah paradigma dan pola pikir. Sudut pandang yang tercipta dalam novel ini pada dasarnya berhak dibaca oleh semua warga Indonesia dan tentunya tanpa disadari oleh banyak pihak telah menjadi sumbangan terbesar Indonesia untuk dunia.

            Kerap mengungkapkan penulisan karya yang sangat sentimental. Bukan saja karya sejarah yang hebat, namun juga novel yang bersatu dalam amukan revolusi Indonesia yang sama sekali tidak mendapat kebebasan pers mutlak pada masanya. Pram menuliskan karya-karyanya dalam dekaman terali penjara selama 33,5 tahun masa revolusi, ketidakadilan mengecamnya begitu lama sebagai tuduhan pendukung gerakan 30/S/PKI. Pram menuliskan banyak hal yang mungkin saja generasi saat ini tidak banyak mengetahuinya. Revolusi telah menutup rapat karya-karya pram yang dianggap edaran penulisan yang paling menuai kontroversi dan aib. Beberapa karyanya yang lain terputus akibat dibakar selama mengalami tahanan.

            Adapun kata seorang pelajar juga harus adil sudah sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan. Merupakan ungkapan Jean Marais (baca: Syang Mare) kepada Minke mengenai cerita banyak orang mengenai kehidupan Nyai Ontosoroh. Ungkapan ini digulirkan dalam menemukan titik temu berpikir positif agar tidak menghakimi sesuatu yang sama sekali belum diketahui secara pasti. Bahwa pendapat banyak orang tidak selamanya benar dan bagi seorang Minke yang terpelajar sudah semestinya menerapkan berpikir adil sebagai pribumi yang terpelajar. Jika tidak? Bagaimana mungkin Minke memenuhi plakat sebagai seorang terpelajar jika sejak masih hijau saja ia tak mampu berlaku adil?

            Minke adalah sosok pelajar yang mempunyai kesempatan belajar disekolah keturunan Eropa. Ia semakin melihat mayoritas jawa dari negerinya semakin terpuruk dan terbelakangnya mentalitas akibat penjajahan yang berkepanjangan. Semua tunduk pada aturan Belanda. Pada cerita Minke sangat beruntung karena memiliki kesempatan untuk berada di HBS dan sikapnya pun ikut kebarat-baratan.

            Boerderij Buitenzorg adalah nama lain dari nama Nyai Ontosoroh. Penguasa besar dikalangan Jawa. Masyarakat sering menyebutnya Nyai Ontosoroh karena mampu dalam pelafalannya. Sebagai mana banyak asumsi yang datang dari berbagai kalangan Jawa, sebutan Nyai adalah sesuatu hal yang memalukan. Nyai adalah salah satu sebutan kerap bagi semua kalangan bangsa Jawa yang menjadi istri tidak sah atau simpanan para tuan-tuan belanda. Benar. Memang sekilas, semua orang akan menganggap Ontosoroh adalah bagian yang paling bersalah. Namun, tidak banyak orang yang mengetahui bahwa Nyai menyayangkan dirinya yang memiliki orang tua yang rela menjualnya kepada tuan-tuan itu demi jabatan khusus, sungguh ia membenci dan keji atas perbuatan orang tuanya tersebut. Ia diserahkan kepada Tuan Mellema. Penguasa hebat kala itu.

            Namun, yang terjadi adalah sebaliknya Ontosoroh banyak belajar pada tuannya. Ia diajarkan membaca dan belajar, tentang semua hal diperpustakaan suaminya, yang menjadikannya terdidik dan berpengetahuan luas bahkan mengelola perusahaan besar milik suaminya, punya pemikiran yang tangguh dan hebat dibandingkan perempuan-perempuan Belanda pada umumnya. Nyai melalui tulisan-tulisannya dan inspirasi hidupnya telah membuat minke tergerak dalam memperjuangkan kebangkitan nasionalis jawa dan hak-hak yang telah direbut serta dibedakan hukum-hukumnya dalam mata belanda karena mereka adalah pribumi yang lemah dan rendah.

            Pada bagian cerita juga dilukiskan betapa Minke sangat menyukai Annelies yakni anak dari Nyai Ontosoroh. Minke sangat senang pada wajah manisnya yang keeropaan. Annelies sangat mencintai Minke, sehingga Minke sering diizinkan menginap Nyai Ontosoroh di rumahnya dan dijemput delman Nyai ketika sekolahnya berhenti sejenak untuk menemani anaknya di rumah. Ketika beberapa waktu lepas dari kematian tuan Mellema, Annelies dinikahkan dengan Minke dalam nuansa pernikahan karena cinta yang telah diimpikan Nyai Ontosoroh, ia menyaksikannya, ia benar-benar tidak ingin anaknya menjadi sepertinya. Namun, masalah datang setelah pernikahan. Anak dari pernikahan sah tuan Mellema datang dan mencoba mengambil alih semua kekayaan yang telah diusahakan dalam jangka panjang oleh Nyai, termasuk anaknya Annelies juga harus dikembalikan ke Belanda dan tidak berhak atas Annelies apalagi mengantarkan Annelies ke Belanda. Pernikahan yang baru saja dilaksanakan bersama Minke juga tidak dapat dianggap sah karena tidak sesuai dengan hukum Belanda.

            Maka nyai, Minke dan semua kalangan yang mengenalnya menyorot kasus ini dalam ruang publik yang luas untuk mendukung pernikahan Annelies yang tetap sah secara hukum agama. Semua mengacungkan semangat kaum jawa yang semarak menggema di negeri. Namun, sayangnya keputusan anaknya yang sah sebagai warga Belanda tidak dapat dielak dan Annelies dengan tersedu-sedu berpisah dengan Minke dan Ibu yang dicintainya. Ia bergerak menuju kediaman Sri Ratu Wilhelmina, sesuatu yang tidak diinginkannya seumur masa.
“kita telah kalah, Ma.” bisikku

“kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.”

Tentang Kecemburuan Kami

Oh duhai yang kami sayangi, kami rindui kehadirannya, kami disini menjadi tidak berarti.
Karena engkau tiada melihat kami. Kami hanya melihatmu dari kejauhan.
Kami disini tak kunjung mendapat petuah pikirmu. Kenapa kami begitu cemburu?

Ialah kami mengaku kami tidak dipilih..
Kami disini melihat engkau dipilih, sedangkan kami terus melihat dan membayangkan kami bukanlah orang pilihan.
Tapi begitulah Tuhan menggariskannya..


                Sampai saat ini memang semua yang ada disekitar kita telah tertakdir. Kayu yang tertakdir menjadi meja, tertakdir menjadi kursi, lemari, bahkan pilar-pilar rumah atau kertas-kertas yang kini berserakan di bumi. Bulu-bulu domba dan buah kapas tertakdir menjadi benang dan benang disulap menjadi pakaian. Ketika air laut dapat ditawarkan, begitupula air tawar dapat diasinkan. Ketika tanah menjadi tempatnya tumbuh sang tumbuhan untuk berbuah dan buah diperjualbelikan dengan harga yang melambung dalam bentuk uang kertas. Kertas mungkin kini menjadi nilai tukar yang bernominal, padahal ia ibaratnya hanya sebuah kertas, mengapa nilai uang hanya kertas?adakah yang memberi jawaban? sedang emas terus menjadi nilai threshold atau batas yang menjadi nilai sang kertas menjadi turun layaknya. Sekarang siapa pula yang menjadi kaya?
                Mungkin dahulu ayam dapat berkokok dipagi hari saja, entah mengapa ayam sekarang tengah malampun akan jadi mencaungkan suaranya yang tak punya nomor duanya didunia kecuali adanya tiruan manusia yang suka meniru suara ayam. Bagaimana dengan kucing? Ia juga hanya punya suara yang langka didunia, kecuali adanya tiruan manusia. Akan tetapi, setidaknya kucing dapat dikategorikan mensituasikan makanan. Ada kucing makan apa saja bahkan tumbuhan dan kerupuk singkong serta roti manusia, ada pula kucing yang merasa dihargai ketika diberi ikan karena mungkin ibunya telah  mengajarkan ia sejak  kecil, ikanlah makanan yang istimewa. Adakalanya secara ilmu kadar manusia, kucing yang makan apa sajalah yang mungkin lolos seleksi dari kehidupan. Bayangkan jika manusia tidak sering memberi makan mereka ikan, maksudnya adalah mereka kucing liar. Tamatlah kucing ini. Adakah manusia merasa kasihan? “Meowww…meowww..!”
                Kita menjemput sesuatu yang telah dititipkan oleh pilihan Tuhan sendiri. Ini bukan hanya soal takdir setelah berusaha tapi ini juga soal titipan Tuhan. Jangan tanyakan mengapa mata saya biru sedangkan dia bermata hitam karena itu memang sudah diberikan. Mengapa kulit saya putih sedangkan kulit teman saya sawo matang. Soal ini juga Tuhan yang Maha Tahu dan sesekali tidak sempurnalah bentuknya jika dirubah walau sedikit saja. Lantas, yang terakhir mengapa Tuhan titipkan ia jenius sedangkan saya tidak? Mengapa Tuhan ciptakan ia demikian? Mengapa saya tidak jenius? Atau banyak yang telah berusaha sebagian dari mereka menjadi kaya dan sebagian dari mereka mungkin hidupnya lebih sederhana serta adapula yang tidak memiliki apapun atau hanya cukup makan sehari? Wahai teman, ini adalah lagi-lagi soal sifat jaiz Tuhan kita. Sifat jaiz nya lah yang membuat sosok Tuhan dapat berkehendak atas sesuatu. Apakah kita cemburu?


                Bukankah setiap baik dari laki-laki dan wanita telah mendapatkan bagian dari rezekiNya masing-masing ya? sehingga yang patut kita lakukan saat ini adalah sama-sama bersyukur. Kita yang tidak terpilih adalah orang-orang yang juga diciptakan oleh Tuhan kita untuk survive. Semua yang diberikan oleh sang pencipta tidak lebih layaknya sebuah ujian. Apakah kelebihan itu membuat kita semakin produktif dan bermanfaat  atau hanya menjadi malapetaka bagi orang lain? Apakah kaya, genius, indah dan tampan rupa yang telah dianugerahkan membuat ia semakin mengenal dirinya, Tuhannya, sekelilingnya atau bahkan ia telah menghancurkan seisinya? Bagaimana kiranya yang genius adalah genius yang malas atau memanfaat kejeniusannya sebagai trouble maker? Bagaimana pendapatmu jika yang kaya adalah kaya yang bengis dan dictator dan hasil korupsi? Yang berwajah indah dan tampan apakah seputih hatinya?olala.. lagi-lagi, bagaimana jika yang  miskin juga sombong? Bagaimana rezekinya akan datang? Lantas yang kekuatan IQ-nya sedang merasa malas dan tidak berusaha? Bukankah pada dasarnya yang Intelegensianya dikategorikan biasa jika ia mencari ilmu seperti rasa kehausan dan bekerja keras dapat pula menjadi kuat dalam berpikir? Apalagi yang tidak indah dan tampan masih mungkin dapat pangeran atau putri cantikkan sebagai pendamping hidup?karena hatinya cantik. Yang merasa tidak tampan atau indah jika merasa pula tidak tampan maka akan benar-benar tidak tampan. J prasangka itu menunjukkan kita ya? Atau bukan?
                Keseimbangan telah diciptakan didunia ini dan sudah seharusnya kita memaklumi, mengapa? Apakah yang genius adalah perintis bentuk pembangunan masyarakat secara universal? Jika yang kaya tentunya telah membuat sekitarnya merasa nyaman dan berbagi kesenangan? Apakah kita juga merasakan getahnya? Lihatlah jika keseimbangan ini rusak? Jika semuaanya harus orang kaya? Jika selama ini hanya ada orang yang jenius? Bagaimana pendapatmu jika didunia adalah semuanya berwajah indah atau semuanya berwajah dark complex (gelap) apakah terbentuk keseimbangan ? ketika ada yang bertanya pula, apakah jika semua meninggal dikuburkan apakah tanah dibumi ini akan habis? Maka dengan demikian tidak mungkin tanah akan habis, mengapa? Larena ada kesimbangan yang uhan ciptakan. Di India mungkin tepatnya kuburan tidak ada, tapi yang ada hanya abu manusia yang telah usai dibakar dan sebagian manusia telah Tuhan berikan tempat mati syahitnya seperti dalam perjalanan laut dan meninggal dilaut atau pesawat terbang. Keseimbangan ini yang telaah membuat kehidupan semakin indah. Semuanya telah tertuliskan dan Tuhan telah mengaturnya agar kita saling merasa senang karena terdapatnya perbedaan-perbedaan yang membuat  kita saling memaklumi dan membangun kesejahteraan bersama dan saling mengerti kekurangan serta kelebihan sebagai kekuatan dan potensi hidup sehingga semuanya hidup dalam lindunganNya. Hidup ini seperti surga dunia.

                Ah iya, maksudku mengapa aku begitu cemburu kepada mereka yang memiliki kelebihan saat ini tapi masih enggan menggunakan kelebihannya kepada yang pantas ia tujukkan? Mengapa aku begitu cemburu kepadamu tuanku ?.. jika saja kelebihan itu untukku, dunia inilah aku letakkan diantara kita semua. Bukan diujung telur yang mudah pecah seperti mungkin yang  telah tunjukkan. Jelaslah semua yang diberikan atas takdir usaha maupun pilihan Tuhan disana telah diuji sebenar-benarnya atasmu wahai  tuanku, sahabatku.J

Watch Your Zones !

Posisi nyaman menjadi taruhan. ibarat segitiga. Setiap sudut sisi memiliki tiga dimensi makna. Sudut utama menjadi gambaran bahwa semuanya terlahir dalam kehidupan, proses utama yang diawali oleh merangkak. Sudut kedua memberi sebuah pemahaman seorang telah mencari jati diri dan memperoleh jati diri dalam kehidupan. sudut ketiga adalah sudut terakhir yang diperoleh dalam kehidupan supermaha cepatnya tanpa disadari telah berlalu. Proses tersebut adalah proses terakhir yang menggambarkan seseorang berada pada usia lansia. Lantas, mengapa lingkaran harus ada? Mengapa proses lingkaran menanungi sehingga memberi kurungan yang pasti?



                Akan ditemukan posisi dimana ketika sang  lansia, kecendrungannya yakni moment yang sulit merubah kenyamanan seorang bapak-bapak merokok atau kenyamanan ibu-ibu yang hari-harinya hanya suka membicarakan orang lain. Sebuah lingkaran telah menjadi sebuah naungan yang awalnya dikira adalah sebuah ruang lingkup yang nyaman. Ruang ini harus dicari agar yang kurungan tersebut bukanlah kurungan yang tidak terbalut indah dalam pusarannya.

Sebuah cerita yang telah terabadikan oleh seseorang yang tidak dapat berpikir keluar dari posisinya yang sudah seharusnya ia mampu. Ialah seorang pengajar dan pendidik yang sangat baik dalam bidangnya dan mampu berintegrasi dengan siswa yang diajarkannya. Disamping itu, terdapat sebua hal yang membuat beberapa orang disisi lain merasa kecewa dan tidak diistimewakan akan kehadirannya. Kehadirannya telah membuat beberapa siswanya merasa terganggu soal proses pembelajaran karena soal sang guru yang lajang yang super smart, super menghibur tidak dapat mengubah posisi dominannya sebagai penikmat virus merah jambu. Sekilas menggambarkan penguasaan hatinya tergaduhkan dan terganggu dari dalam.  Keberadaannya di antara wanita membuat siswa merasa diterror menggelitik oleh politik metode mengajarnya dan ia terterror untuk mempunyai virus itu berkali-kali. kenyamanan belajar hanya berakhir sedemikian rupa aksinya. Dapat dikatakan posisinya yang bertindak pembelajaran sang kedewasaan kepada siswa tidak didapatkan sejak dari dirinya sendiri. Ini adalah soal zona yang selama ini diagung-agungkannya. Belum berhasil untuk di transformasikan menjadi bentuknya yang lain.

                Mencoba mengkoreksi zona nyaman kepada sang lingkungan dan mencoba bersahabat dengan berbagai tindakan adalah solusi kurungan. Karakter tidak menentang akan zona yang nyaman dan menyamankan. Semua yang telah diuji, dapat menjadi zona nyamannya. Namun, zona nyaman yang berhenti pencariannya adalah ibarat bulatan segitiga yang terkurungkan. Sedang karakter adalah soal penjiwaan yang bersifat emosional dari pemilik individu. Berjauhan soal karakter terhadap zona maka menyababkan zona adalah naungan dimana karakter itu berdiri. Bisa dipastikan karakter “bersemangat dan berambisi”, zona nyamannya adalah melambatkan perintah Tuhan. Karakter “pencemburu” dapat saja zona nyamannya merusak, adapula yang tidak. “ceria” bukan berarti mampu keluar lagi dari zona nyamannya dari menngganggu hewan pada ilalang. Karakter “estetika” bergerak dalam zona pengkoleksi karang laut secara berlebihan juga seharusnya menjadi bahan pertimbangan yang merusak keseimbangan ekosistem. Zona nyaman penggerak individu telah dipastikan bukan orang-orang sekitar. Namun, hanya mampu jika pelaku pribadi adalah penggerak zonanya. Pengkoreksian tindakan atas lingkungan dan kesesuaian individu lain mengharapkan menjadi bahan segar peubah zona. Setidaknya, karakter yang saling berbeda mendapat zona tetap saling menguntungkan lingkungan masing-masing. 

                Jika banyak substansi yang masih merisihkan sekitar, semua mengerti soal zona nyaman. Watch your zone!  Zona apa yang anda miliki? Temukan zona kenyamanan terbaikmu