Virtual Cahaya

ich bin Gluckliche

Aksi Reaksi

Ada beberapa hal yang menakjubkan saat saya memunculkan tulisan ini yakni mengenang nostalgia masa kecil yang tidak habis-habisnya berkelakuan aneh. Dahulunya saya beserta teman sepermainan suka sekali memperkenalkan suatu yang baru, menukar hadiah dari hasil manakan ringan(ciki), suka menodong laki-laki atau bertaruh lomba sepeda. Iya, masa kecil memang sangat berwarna. Namun, berbagai kejadian masa kecil telah membuat sebagian mata pandangan menjadi berubah ketika dewasa bahwa saya ingin kembali  menjadi anak kecil.(loh?!)

Ada saja rasa malu yang tertuang dalam pikiran jika tidak menunjukkan sesuatu kepada teman hal-hal baru termasuk barang baru yang saya punya, iya namanya juga masa kecil. Waktu itu saya bersama salah satu sanak saudara tepatnya dan bersama teman-teman lainnya, sang saudara saya tersebut suka mangkir disebuah balai pengajian tempat kami mengaji dan kamipun demikian. Disana ada beberapa hal yang ingin saya tunjukkan. Balai itu ada kolam besar seperti nostalgia zaman dahulu, kolam untuk mengambil air wudhu dan di dalamnya berenang ikan-ikan besar dan ikan-ikan mas kecil. Saat itu sang saudara tersebut ingin mengajak kami yang sedang duduk diatas balai diwaktu senggang untuk melihat sebuah atraksi barang yang tidak asing di tunjukkan oleh siapapun baik dari televise, ilmuan, atau orang-orang yang tidak jelas pula menggunakan barang tersebut. Yaitu kaca pembesar.

Mengingat kaca pembesar itu seperti sedang mebayangkan dunia sedang dibesar-besarkan, tas menjadi besar, mata-hidung-mulut jadi besar, bahkan semut sedang bekerjapun dapat kita pantau.Itu mungkin hanya versi saya yang sangat mengaur. Nah, waktu itu ia mengambil sampah plastic yang terbuang dalam tong sampah. Tong sampah memang identik dengan sampah, bukan baju bekas ya (ngelindur disiang bolonng :D). plastic itu kemudian diberikan posisi ditengah-tengah yang penuh dengan cahaya matahari yang sangat penuh. Kemudian oh kemudian. Ia mengarahkan kaca lup itu kea rah sampah, dan taraa.. apa yang terjadi pada sang sampah? Yeip, samaph terbakar hangus. Perfecto! Terbakarnya sampah hanya dengan kaca lup membuat saya terinspirasi untuk membakar sampah yang jumlahnya banyak dengan menggunakan lup bukan dengan korek api. Aksi reaksi yang menakjubkan.

Pernah hal lain juga telah mengingatkan saya pada aksi reaksi kimia, yakni dibalai yang sama. Sang saudara laki-laki saya yang memilki hubungan darah, ah maaf kata-kata ini terlalu mubazir, maksud saya adalah abang. Ia pernah sepintas sekali diantuk tawon besar dan di aduk oleh tawon hingga bagian yang diantuk membesar dan membenjol memerah, tapi teman ahhasil tawon itu mati setelah men-antuk sang abang yang jagoan. Aksi reaksi ini juga menakjubkan.

Aksi reaksi, yang membuat kita belajar untuk mengenal setiap yang kita berikan akan kita tuaikan hasilnya. Setiap reaksi ada reaksi yang diberikan. Kalau kita ingin menonjok orang siapkan diri anda untuk ditonjok oleh siapapun. Siapa yang tidak mau dikasarkan jangan suka bersikap kasar kepada orang. Kalau ingin jadi orang yang tidak sering kesal usahakan jangan membuat orang lain merasa kesal dengan kehadiranmu, dan kalau ingin ditolong dalam berbagai urusan, sebelum-sebelumnya kita sudah pandai menolong orang lain, orang-orang yang suka menolong ini boleh jadi yang tidak akan pernah mengenal kesusahan dalam hidupnya karena ia merasa selalu hidupnya penuh kasih dengan tolong-menolong.

Kalau kita mengerti betapa detilnya sikap-sikap kita yang telah lalu yang mungkin saja telah membuat orang lain “sakit encok”, encok hati, encok badan, encok perut sampai bisa gak enak makan Cuma gara-gara kita, siap-siaplah suatu saat anda akan merasakan badan anda encok pula akibat perbuatan yang tidak mengenakkan nurani teman selama kita hidup :D. Sudah hukum alam yang akan membuatnya demikian, bahkan Tuhan sekalipun tahu yang harus ia lakukan untukmu teman. Jadi, ingatlah prinsip aksi reaksi, kita menunjukkan penghargaan kepada orang lain bukan karena siapa mereka, akan tetapi adalah lebih tepatnya menujukkan siapa diri kita sebenarnya.
                                                                                    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar