Virtual Cahaya

ich bin Gluckliche

Menyantuni Romantika Kehidupan #PenaKamiTidakPuasa

Sedari kecil, terbiasa menjadi bagian dari alam adalah sebuah keniscayaan. Ayam, kucing liar, kucing piaraan, marmud-marmud, cicak kecil, cicak besar, burung merpati, monyet, dan tidak lupa aves sampai sekarang yang masih akrab menjadi simpanan rumah yakni ayam dan burung jalak.

Sejak kecil binatang di atas kerap menjadi teman. Kata ibu, saat nenek menjagaku dalam keadaan lengah, aku sempat dikelabui oleh hewan yang rentan rabies di dunia yakni monyet. Waktu itu nenek mungkin saja lelah dan tertidur. Setelah sadar, nenek melihat mukaku dielus monyet dan kakiku diangkat dengan persis kepalaku di bawah. Nenek berteriak kegirangan dan monyetpun berlari. Memori sabang, beberapa bulan terlahir ke dunia.

Aku dan kucing saat itu bertaaruf alias saling mengenal saat aku masih berumur lima tahun. Kami terbiasa berdua. Bahkan sejak kecil, kami sering tidur dibawah tudung nasi yang dilumatkan di lantai hingga suatu ketika ibu mencari-cariku. Tingkahku memang tidak dapat dimengerti sejak kecil. Ketika akrab sekali dengan sang kucing, aku rentan melihat kucingku dapat membuka tudung nasi yang terbuat dari rotan dan ibu sangat marah. Kami hidup sepuluh tahun bersamanya hingga ia menjadi sangat tua dan tiada.

Lain lagi ketika itu, saat memelihara ayam kate malaysia dan hutan. Ayam kate hutan kami kerap menghilang saat awal-awal adaptasi kandang baru di rumah kami. Jikalau bukan bersembunyi di atas pohon jeruk perut dan bisa dipastikan ia berada di atas atap rumah. Kami cukup terbiasa dengan ayam sejak kecil, bahkan aku mempunyai seorang abang yang sejak duduk di Sekolah Menengah Pertama sudah mengurus ayam yang anaknya beranak pinak dan peliharaannya memenuhi standar kandang penjual bebek terkenal. Sejak itu pula sang abangku rajin berbisnis. 

Ah, lupakan soal marmud yang pernah  kupelihara. Karena anaknya mati semua. Anak-anak marmud yang pernah aku pelihara sejak kecil ini musnah ditelan khatulistiwa hanya gara-gara kaki induknya yang tinggal bersamanya. Terjepit dan henyaklah dalam himpitan lubang.

Namun, dari sekian banyak peliharaan yang memiliki hakikat kesetiaan adalah kucing dan ayam. Mereka sangat lama bersama kami, bahkan kucing kami sudah berada pada umur lepas sepuluh tahun. Seperti seharusnya, kucing dan ayam kami tetap punya keadaan tertentu yang sangat dimaklumi. Kunyit bubuk sering menjadi warna yang menempel pada bagian lukanya saat kucingku berkelana dan berkelahi. Kata Ibu, hanya itulah obat lukanya. Belum lagi ketika ayam-ayam kami sakit, Ibu kerap menyuapi ayam tersebut dengan nasi yang pada umumnya manusia makan. Bukankah Hewan juga makhluk yang patut kita santuni?

Kini burung jalak lain bersiul tepat dibelakang rumah dan berteriak saat kami menumpahkan air karena saat itu ia tahu kapan seharusnya mandi dengan sayap-sayapnya dan meniru suara jelek yang kami keluarkan saat kami bersin.



Turut mengabadikan sebuah lukisan ayam piaraan kami. By: Nuurul Husna

6 komentar:

  1. wah betul-betul nie penanya ga puasa

    BalasHapus
  2. maacih kak udah intip-intip blog kami... anyway salam kenal, walau belum jumpa sama sekali ;)

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. Salam kenal juga... terima kasih sudah mengunjungi :D

      Hapus
  4. Indahnya berbagi :')

    andai kucing dan ayam bisa ngomong,
    "Kenapa kami tidak bisa bicara?"

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bang... inilah tujuan kami ngeblog.

      mereka bisa bicara bang, tapi pake bahasa mereka sendiri

      Hapus