Virtual Cahaya

ich bin Gluckliche

Kenangan Semasa Zaman-Baiturrahman #PenaKamiTidakPuasa



Tepat persisnya, saat tulisan ini diabadikan. Menuliskannya sebagai buah rindu yang lama lenyap berbisik keharuman. Masjid Raya kini menjadi tempat yang masih sangat dijadikan prioritas mukmin dalam beribadah. Semua eksotisme yang terbiaskan membuat para turis datang dari berbagai penjuru, masjid ini kian berkembang dan dikenal, dan sejarah lamanya memberikan cukup saksi soal perlawanan. Emosional pengunjung akan Baiturrahman, rumah yang penuh kasih ini, telah menjadikannya sebagai tempat yang sangat menenangkan untuk beribadah siang malam, belum lagi yang dapat melangsungkan akad pernikahan begitu hikmat di dalamnya. Bahkan rumah Tuhan cukup gentar menyaksikan gelombang beberapa tahun silam. Begitu berbahagialah masjid ini, telah menjadi substansi berharga ditengah keberadaan pusat kota.

Pada tujuh belas Ramadhan lalu, sebagaimana semestinya kaum muslim akan memperingati Hari Nuzulul Qur'an atau hari turunnya Al-Qur'an. Semaraknya peringatan ini juga dirayakan disejumlah masjid, salah satunya masjid pusat kota, Baiturrahman. Ketika itu, Mantan Imam Masjid Madinah, Syeikh Ali Muhammad Ali Jaber tampil sebagai penceramah Nuzulul Quran di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Minggu (05/08/12) malam. Selain mengisi ceramah, ulama ini juga bertindak sebagai imam shalat Isya dan Tarawih. Hadir pada peringatan Nuzulul Quran tersebut yakni di antaranya Gubernur Aceh Zaini Abdullah, Kapolda, Wali Kota Banda Aceh, dan pejabat dinas/lembaga di jajaran Pemerintah Aceh.

Seperti yang dilansirkan http://seputaraceh.com/read/10573/2012/08/07/syeikh-ali-jaber-ingin-aceh-jadi-aceh-al-quran, Syaikh memberi beberapa untai kata kepada pemerintah Aceh dalam kedatangannya tersebut,
“Kalau Gubernur Aceh menyutujui, saya akan perjuangkan Aceh menjadi Aceh Al Quran. Saya akan menjadikan Aceh penghafal Al Quran. Cita-cita saya, anak dan cucu bapak-bapak ke depan menjadi imam besar,” ujarnya.

Sebagai jamaah yang turut hadir dalam pelaksanaan peringatan Nuzulul Qur'an tersebut saya merasa sangat diistimewakan dengan kehadiran beliau. Bahkan, kedatangannya yang sesaat tersebut telah memberikan goresan petunjuk yang begitu dalam. Bagaimana kiranya jika jauh sebelum itu pula, saya merasakan kehadiran seseorang yang tidak pernah saya temui seumur hidup dan hanya mendengar ceritanya dari orang tua dan sanak saudara terdekat.

Beliau dahulu adalah seorang penghafal Qur'an. Kini hanya dapat melihatnya dalam bayang cerita. Siapakah kini yang akan mewarisi sandangan penghafal tersebut jika bukan cucu-cucunya? Andai hidup dizamannya, aku pun akan turut berdiri di belakang shafnya, tepat di Masjid Raya Baiturrahman. Tempat yang saat itu Syaikh Ali Muhammad Ali Jaber menyampaikan maklumat mutiaranya dan menjadi tamu besar bagi rakyat Aceh.

Beliau adalah seorang  teungku, bernama tgk.Ahmad. Seorang yang sangat dipercaya di kampung kami dan imamnya orang Aceh di Masjid Besar yang kita kenal saat ini. Jika beliau masih hidup, saya akan tetap membayangkan betapa indah kalimat Syaikh Ali itu dituturkan melalui lisannya yang mulia, menjadikan Aceh yakni Aceh-Al-Qur'an. Kini seluruh doa terpanjatkan, menjadi panutan kami disemasa zaman. Menatap peninggalan buku-bukumu dan berharap mengerti isinya suatu saat. Kami merindukan Imam kami.

#PenaKamiTidakPuasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar