Virtual Cahaya

ich bin Gluckliche

Anak/Adik Perempuan

Semua akan dapat dikatakan kehadiran seorang anggota keluarga baru adalah kabar membahagiakan.  Siapakah seorang ayah yang tidak ingin memiliki anak perempuan yang manis untuk pelipur matanya bermain kala istirahat dari pekerjaan dan melambung-lambung tinggi anaknya ke langit-langit karena rentan tertawanya yang semakin lucu dan menggemaskan, luar biasa harapannya atas kelahiran anak terlebih perempuan. Semakin di lambung tinggi semakin sang anak menghasilkan bahan tawa dengan wajah mungilnya yang tidak dapat dinukilkan dengan kata-kata. Ayah paling mampu soal itu.

            Namun siapakah yang paling membahagiakan kala itu? Andai saja tulisan ini dapat kutunjukkan kembali kepadanya yang baru saja genap berumur 32 tahun, sehari setelah saya menuliskan  kisah ini. Kakak, ia kini sudah memiliki anak yang sangat lucu-lucu. Tidak terasa ia sudah menikah dan kini menjaga tiga orang anak sekaligus. Hampir saja tidak bisa membayangkan kelahiran anaknya yang sangat dekat-dekat sekali jaraknya. Bahkan ia kualahan tanpa suaminya. Tetapi sayangnya pada anaknya tidak terlukiskan.

            Kembali pada kisah. Jika saja sehari yang lalu sang kakak berumur 32 tahun dan tahun ini aku akan memasuki  19. Berapakah jarak antaraku dengannya? Ya, tepat sekali 13 tahun. Namun, sebelum itu aku masih mempunyai seorang abang tertua sebelum kakakku yakni kini berumur 34 tahun dan aku 19 tahun. Berapakah jarakku dengannya? Tepat sekali (jika anda menghitung), 15 tahun jaraknya. Baik setelah kakak aku mempunyai dua orang abang lagi yang sangat-sangat memperhatikanku dalam sikap diamnya. Abang yang satu ini sangat ku rindui kehadirannya, ia kini berumur 30 tahun. Pelipur hati saat dekat dengannya yang penuh keteduhan, taat, dan setiap saat menemukan dirinya berjamaah di masjid apapun itu situasinya. Kini merindukannya ibarat kehilangan penasehat terbaik setelah ia menikah dan meninggalkan rumah. Saudaraku yang terakhir ini makhluk paling gaul sedunia, namun tetap kini kuat sekali membekas bagaimana nasehat pengajian malam kepadanya, dan mei ini ia memasuki 25 tahun. Sekarang bisa mengestimasi kembali jarak antara aku dengan saudara-saudara kesayanganku tersebut.

            Waktu itu sang kakak adalah gadis remaja yang baru saja tumbuh, katanya dahulu ia lebih sering dianggap paling sentimental dan mudah tersentuh. Ia saat itu masih menemani ibu, kehadiran wanita nomor dua dirumah. Dengan satu orang lelaki yang lebih tua dan dan dua lelaki yang lebih muda darinya. 

“Ma.. mau dekat pergi haji ya sama ayah?”. Ibu hanya terdiam. Mungkin dalam hatinya mengangguk, ibu sepertinya menyimpan doa yang telah lama ingin dihaturkan dalam kepergian hajinya.

            Ibuku sudah cukup tua. Saat itu memang Ayah dan Ibu akan segera berangkat menuju rumah Allah dan akan diundang segera. Tidak heran jika banyak orang yang memohon doa untuk disampaikan. Mereka pergi tahun itu, 1993. Untuk pertama kalinya menjemput janji keislaman setelah syahadat, shalat sehari semalam, puasa Ramadhan, membayar zakat, dan naik haji bagi yang mampu. Rukun islam ke lima. Mereka akan memenuhi panggilan terakhir tersebut. Semua anaknya mendukung dan siap untuk ditinggal. Setelah acara penyambutan jama’ah haji, ayah dan ibu berangkat.

            Adapun lamanya haji saat itu satu bulan, tidak kurang. Masih sama hingga sekarang hanya saja rute sekarang yang pergi haji lebih membludak dan mengantri jauh-jauh tahun. Tentunya kepergian orang tua telah membuat satu isi rumah menjadi sepi tanpa ayah dan ibu dan ditemani sanak saudara terdekat.

            Usai bulan hajipun tiba. Ayah dan ibu pulang. Tidak semua orang tahu apa yang terjadi setelah kegiatan haji tersebut. Hanya saja saudara kandung ibu bercerita kepada sang kakak bahwa ibu sedang hamil besar. Tepatnya Setahun kemudian dengan barokah ALLAH, saya lahir ke muka bumi 1994, dengan jenis kelamin perempuan. Kini ibu dan kakak punya teman perempuan juga, padahal usia ibu sudah sangat tua. Pada hari itu tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya kejadian ini sangat special untuk sang Ibu dan kakak. Sayapun diberi nama oleh sang ayah yakni Nuurul Husna, yang artinya cahaya kebaikan. Benar-benar nostalgia dari kepulangan haji, ayah ingin menyerapkan huruf arab pula dengan mad asli yang dipanjangkan. Sehingga teman-teman jangan sama kan Nuurul dengan Nurul yang huruf vocal ‘u’ nya. Inilah letak spesialnya pemberian nama.

            Sang kakakpun menggendong adik perempuannya. Setelah lama menanti diusia ibu yang sudah lanjut. Selain ibu, kakak juga ikut senang karena mempunyai saudara perempuan. Ayah dan ibu mungkin yakin ini anak yang terakhir yang ia miliki. Kakakpun tidak mengecewakan kesempatan kelahiran itu. Wah... bahagianya lagi, ternyata aku termasuk bayi terberat kiloannya saat ditimbang dibandingkan saudara-saudaraku yang lahir waktu mereka bayi. Berat tubuhku yang ditimbang itu hampir memasuki 5 kilogram. Barakah benar ya. Bayi yang sehat pada ibu usia lanjut.

            Mulai saat itu, sang kakak cekatan mengurus adik perempuan semata wayangnya. Menggendongnya, mungkin saja saya  tidak sadar ia juga menyuap makanan untuk saya sejak kecil. Karena saat aku masih berada di taman kanak-kanak pun aku rutin masih disuap olehnya, apalagi saat aku masuk sekolah dasar, kakakku tahu bahwa aku masih suka disuap ikan minyak yang dibulat-bulatkan bentuknya dengan nasi langsung dengan tangannya bukan dengan sendok. Waktu itu aku masih punya kakak waktu sekolah dasar yang hampir setiap saat dapat bantuan mengerjakan PR matematika. Kami lebih sering menghabiskan malam bersama dan ia senang menciumi dahiku saat tidur walaupun aku tidak suka dicium, bahkan saking tidak sukanya dengan kekuatan power rangers “berubahhhhhh, iyakkk!!”, pernah aku tonjok, walah...kasihan.

            Trimakasih Allah. Ternyata barakah anak terakhir ini sampai, ibu kini punya anak perempuan yang menemaninya di rumah di usia senjanya.

Catatan Hati Kita


Bunda, Ayah boleh jadi dahulu aku dalam rangkulanmu, aku manja, manja sekali. Bunda, Ayah boleh jadi kala itu selalu perlakuanku membuatmu takjub dan merasa bahagia membawa penat diubahnya. Bunda, Ayah, boleh jadi hari itu aku mampu membawa kenangan bersamamu dalam perjalanan dan sulit untuk ditinggalkan, namun semuanya ingin aku ada dan menjadi saksi cinta ayah dan bunda. Bunda dan ayah sungguh pasti lebih tahu tingkah kami yang layu, berbohong padahal engkau tahu. Kami semakin lugu saat kami tertipu karena engkau semakin ragu karena kami kaku. Bunda dan ayah lebih tahu kami masa itu. Bunda dan ayah tahu bulir padi apa yang cocok untuk perutku sehingga aku tumbuh gencar seperti bidadara-bidadari inginmu. Kami semakin tahu, semua karena kami memilikimu sejak dahulu. Mulai kami mengencangkan suara “oeek”, bunda yang ku panggil “nda”, ayah dengan suara lantang jika kami kecewa dan terjatuh “ayaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhh....ayahhhhhhhhhhhhhh”, kami menangis memanggil ayah. Kami ingat sekali, kami sedang membayangkan saat ini. Bunda, ayah betapa rasanya tidak mampu untuk dijelaskan. Indah bukan saja terkenang, namun membayang karena tak mungkin terulang bukan?.

                Bunda suguhkan cinta. Ayah menegakkannya. Cinta yang kini berdikari dalam pusara hati kakanda dan ananda. Betapa tahu kami tak pandai membaca cinta dan tak sempat melihat cinta itu sedang berjelaga terang pada masanya, karena yang kami tahu saat itu apapun yang diajarkan kami tidak percaya. Kami lebih memilih tidak merasa, kami lebih memilih tidak peka dan pergi saat engkau menjaga, kami abaikan. Bunda, ayah tiada yang tahu waktu yang berputar itu. Kami hanya tahu semuanya tidak akan meminta kembali. Cinta yang tidak kami temukan serupa sama.

                Bunda, ayah tidak mungkin engkau menyerah. Kami melihatmu. Kesungguhanmu yang lama menanti. Kami dikuatkan masing-masing dari perantara kesempatan yang engkau punya. Kami adalah sesuatu benih yang disemai ditempat yang paling subur dahulunya dalam rahim. Subur sekali sehingga kami masuk sebagai juara  dari jutaan saudara-saudara yang tidak beruntung dan kini tetap menjadi juara hingga kami tumbuh dari substansi-substansi yang berbeda. Tanah yang dib akar (Ar-Rahman-14), Tanah kering dan lumpur (Al-Hijr-28), tanah (Ali-Imran-59, As-Sajdah-7), tanah liat (As-Shaffaat-11). Ilustrasi bagi para ilmuan bahwa tanah-tanah Carbonium, Nitrogenium, Hidrogenium, dan Ferrum yang telah disatu padukan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, fii ahsani taqwim. Kami hidup dari substansi berbeda, namun kami disebut Manusia. Sejak itu, sejak aku tumbuh dengan sebaik-sebaiknya dan engkau memperjuangkan bentuk itu hingga semua merasa ruh kami hidup hingga saat berjalan menelusuri jejak bumi Tuhan. Karena kesempatan kebaikanmu kami mengenal Tuhan kami.

                Bunda, ayah kami lahir. Kami telah lahir. Kami semakin tumbuh, kami semakin berbeda. kami semakin tumbuh besar sedang kami lupa kala itu juga engkau semakin menua. Bunda ayah kami sudah besar, kami merasa waktu-waktu telah berlalu begitu saja. Bagaimana cinta mampu kami tuangkan kembali agar tak mati kami yang memiliki rasa. Rasanya kami tak kuasa menuangkan dimana semestinya semuanya dapat berbalas, tidak. bagaimana mungkin kami diliputi semua bayang-bayang saat kami tak bisa membuat bibirmu berbulan sabit dan lebih sabit. Mata menitik, hilang sudah kepercayaan kata pada bahasa yang kami punya semestinya. Hingga hanya doa. Kami tak mampu memelukmu lebih erat sedari dulu. Seerat yang kami mau.

                Pada jalan yang mungkin terang, pada jalan yang mungkin gelap. Kami tersandung karena sifat kami yang meradang atau terkadang sifat kami mulai berlari lincah bunda, ayah. Kami meradang keras pada sesuatu yang engkau tahu yang kami butuhkan sedang kami mengilustrasikan sebagian darinya adalah jalan kekejaman. Atau Lincah langkah membuatmu tertawa dan bersenandung manis pada hati-hatimu yang manis. Kami hanya panjatkan maaf jika luka. Bunda, ayah salahmu adalah engkau dan rabb, sedang kami kepadamu adalah perantara langit dan bumi, tidak mungkin sampai tanpa perantara maaf.

                Hingga pada suatu masa. Kami cukup berdiri. Cukup menopang tegak tulang dan badan. Jangan mampukan kami Tuhan meninggalkannya sendiri dalam langkah yang setengah badan atau setengah dari jiwa yang telah hilang lama. Atau jika keduanya telah tiada, mampukan kami untuk dijauhkan dari keterlalaian dalam doa-doa penenang malam dan tanpa mengabaikan siang. Kami rindu. Kami rindu.. kami mencintai mereka dan yang kami inginkan selalu.

                Jika mungkin dahulu kami dilindungi dan kali ini mampu saja semua mencerca hati-hati kami. Kami semakin tahu manusia tak selama membantu manusia. Hati-hati kami yang dahulu lugu mulai mengeras menahan cerca dan melunak ketika semuanya mulai harus dicairkan kembali dari pembatuan. Sayang sekali. Jika hati kami yang mulai kecewa dari sikap-sikap manusia, brutal, marah, merasa manusia menyia-nyiakan. Kami terbekuk, kami menunduk, kami singkap dalam sujud. Ternyata kami seonggokan daging yang diberi nyawa.(As-Sajdah 32:7).

                Ibu, ayah... terlalu banyak kisahmu. Semoga kita berjumpa dalam surga Allah yang maha Luas dan tak terbatas.

Bintang Pemangkas


“Heeeiii.......... lari...lari... Mas Gendeng, Mas Gendeng..!” ricuh teriakan seorang lelaki trotoar
“Terus kami, kami harus apa?” jawab risau wanita-wanita pedangang kaki lima yang sedang menanti rezeki
“Sudah... lari saja, bawa barang seperlunya, tidak usah semua..cepat-cepat atau habis kita diterpa!”

                Kini sang lelaki yang berteriak berlalu dari suaranya. Semua telah bergegas berlari-lari atas kedatangan mas-mas gendeng. Kini lelaki trotoar tesebut telah berlalu. Menghilangkan jejak kaki pada aspal-aspal perkampungan. Tidak perlu bertanya soal wanita-wanita tadi. Semua telah menyudut demi semua yang tertinggal habis dari mas-mas gendeng.

                Mas gendeng  bukan penggerak kemajuan para trotoar meskipun akan. Mereka ibarat kayu korek api yang siap menggesek diri dan api hidup berjelaga, merekah dan memerah bagi yang mengena. Hidupnya yang akan membakar yang sudah terbakar. Para wanita-wanita dan lelaki yang terbakar hidupnya atas paksaan hidup yang tidak madani. Troroar yang bukan milik mas-mas gendeng, namun dikuasai demi menjulangkan hutang-hutang yang berbunga-bunga, berakhir hari ini.

“Bu.. habis sudah usaha Bintang!” wajahnya mulai merah

“Mas Gendeng?” bintang siap mengangguk-angguk lemas.

                Bagaimanapun hati yang berkecamuk putus asa kini mulai mereda. Bintang yang awalnya sakit encok hati atas usaha yang hilang mulai kembali berekspresi dalam dunia kampung kumuhnya, warung bandrek meskipun siang tetap saja ramai. Kepedulian warga kampung kumuh pada warung bandrek adalah rutinitas penting orang-orang yang tidak bekerja. Seharusnya mereka juga minum harus bayar. Mungkin para pembuat bandrek minuman telah memakluminya meskipun terkadang ingin mengatakan tekor maniak dan segera tutup. Bintang sengaja menuju warung bandrek berkumpul dengan mereka meskipun tidak ikut menekor maniak para pembuat bandrek.

“Sudah bintang, kami mengerti apa yang menimpamu. Untuk apa bekerja keras-keras toh nasib buruk selalu ada pada warga kita.” Sahut pesimis warga

                Kini wajahnya tidak lagi memerah, ia semakin tenang meskipun terlihat sedikit termenung. Hanya saja ia tidak sedang mengiraukan perkataan pesimis warga, namun ia sedang memikirkan bagaimana nasib selanjutnya ia di perumahan kumuhnya bersama seorang wanita yang disayanginya, ibu. Hanya disaat-saat termenung ia tiba-tiba memutuskan untuk pergi menuju trotoar kaki lima tempat ia berjualan kemarin, berharap menemukan sisa penjualan pengerebekan mas gendeng rentenir. Ia mencoba menelusuri jalan rahasia agar mencapai tujuan. Jalan rahasia ini tentu bukan tempat yang paling strategis untuk dilewati, karena jalan ini penuh bebek-bebek dan anak-anak ayam bermandi dalam tanah becek yang saling menentramkan, tentunya tidak lain rumah kek tin komplek kumuh seberang kota.

                Jalan itu ia telusuri dengan seksama tanpa sepengetahuan kek tin. Seorang kakek yang mencintai peternakan  yang terkenal dengan ratusan ternak seantero komplek-komplek kumuh kota. Karena ia selalu tahu bahwa jalan pintasnya hanya satu maka ia pun melewati jalan tersebut. Namun, sayang sekali, hari ini ia belum seberuntung kemarin. Bebek-bebek hari ini berkumpul disatu tempat yang sama. Dibelakang rumah kek tin. Namun apalah daya kini ia harus melewatinya. Ia megap-megap berusaha berjalan dengan tenang dalam keadaan risau diantara bebek-bebek, anak-anak ayam dan becek-becek. Semakin lama bebek-bebek semakin berteriak keras dan anak ayam semakin mengangkat bendera pasukan pertahanan dengan suara toa-nya para ayam dan induk ayam mencotoknya hingga jeans robeknya semakin sobek. Bintang berkeringat deras. Kelenjar sudoriferanya mulai eksis dikulit gelapnya.

“Stop!!”
Bintang berhenti berjalan demi suara.

“Kalau ingin ambil ternakku,  lawan majikannya dulu anak muda!” jawab kek tin dengan lantang dengan kumis putihnya yang naik sebelah.

“Kek, tapi..!”

“paaak, poook!”pipi kananku. Dan “pooook!” sebelahnya.
----------.
“Eh, sudah bangun, cepat sekali?” Tanya kek tin sinis.

“Kek tin.. tolong beri aku pekerjaan, tolong, hanya saja aku risau kalau-kalau bertemu rentenir trotoar daganganku, kuputuskan jalan pintas kek tin!” jelasku.

                Kek tin segera menuju ke belakang dan mengeluarkan sebuah bahan-bahan yang amis menusuk hidung.

“Ini... tolong rebus kepala-kepala ikan ini, aduk hingga kental dan beri bebek-bebek dan ayamku!  jika satu saja ternakku tidak ke kandangnya atau mati, silahkan pulang kerumah tanpa pemberitahuan dan tidak perlu datang kembali!” sahutnya. Ah kek, jika ayam dan bebekmu mati satu seharusnya bukan tanggungjawabku tapi tanggung jawab keluarga ternakmu sendiri, gumamku.

                Tidak kuhiraukan. Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim. Aku mulai bekerja dengan seksama hari ini, hari sial yang memberikan financial baru. Berharap pekerjaan memberikan hasil dan bermaksud mendapatkan kehidupan yang lebih layak dari dagangan yang telah hilang ditangan mas gendeng rentenir. Hanya saja, malapetaka seharusnya tidak segera terjadi dalam sehari karena ia harus bekerja giat. Tidak, sungguh tidak mungkin, satu bebek tenggelam di dalam drainase yang kotor sebelah rumah kek tin, sungguh tetangga kek tin tidak memelihara ternak. Ah, ini benar-benar bebek yang tidak kreatif sama sekali. Bagaimana bebek yang seharusnya berenang kini tenggelam? Kupulang membawa kecewa mendalam, dengan seuntai kalimat ‘ini bukan rezekiku’.

                Dipertengahan perjalanan, dengan alunan  kaki terseok-seok ke jalan dan putus asa aku pulang. Sudah kuikhlaskan kepergian dan urungkan niat untuk kembali melihat dagangan di trotoar yang mungkin saja sudah kehilangan jejak, jarak kaki yang ingin sampai pada istana rumah akan segera dibalut sebuah kabar nihil untuk ibu.

“Bintang.... kemari Kau!!” panggil tetangga sebelah barat tidak jauh dari rumahku

“eh emas!”sahutku

“kau mau tidak kutawarkan memandikan anjing kesayanganku seminggu tiga kali?” harapnya.

                Ah,  Yang benar saja dalam benakku, dahulu anjingnya selalu mengejar-ngejarku tanpa alasan ketika aku masih cukup belia dan baru saja putus dari pendidikan sekolah, ini anjing gila.
“setuju tidak?” Tanya emas.
“maaf emas, aku lebih suka memandikan kucing!”
------
                Memutuskan tidak keluar selama sepekan dari rumah  adalah hal yang tepat untuk menghilangkan kekecewaan meski tidak sepenuhnya. Mencari rezeki itu sulit. Sejenak Antara kecewa dan tidak mengapa namaku adalah bintang. Seharusnya saat ini aku sudah menjadi bintang film, penyanyi, segala bentuk bintang yang mungkin bisa.  Kuputuskan menemani ibu memotong sayur-sayur sisa seminggu yang lalu, tomat yang setengah membusuk, dan toge yang mulai cokelat yang sengaja disimpan untuk mencukupi bahan pakan yang seharusnya habis dalam beberapa waktu saja. Berharap memakannya dengan garam yang tidak lagi asin melainkan hambar rasanya dimulutku.

“Untuk apa termenung dirumah nak? Keluar! Rezeki tidak akan menjemputmu jika rumah saja”

                Selesai makan dengan  menundukkan badan dan tidak berbicara aku keluar rumah setelah sekian lamanya. Belum saja sepenuh badanku keluar dari pintu, seorang dengan tergesa-gesa menyerobot ingin bertemu dan membawa sebuah gunting berbentuk kayu.

“Bang, tolong potong rambut aku seperti abang ronaldo di tv! Cepetan bang, aku mau soccer bang. Tingkat nasional” jawab si tamu mendadak.

“aku bukan tukang pangkas Dik!’

“Jangan banyak bicara bang, lakukan, cepetan! waktuku tidak banyak, tiga puluh menit lagi satu rombongan bus akan menjemputku dikampung kumuh ini !

                Aku ingin menanyakan, bagaimana mungkin anak kampung yang tidak kukenal ini memaksaku memotong rambutnya. Seakan mengerti pola pemotongannya, aku berusaha menggunting mulai dari belakang kepalanya dengan nada gunting ‘ting..ting..ting..’ pertemuan dua sisi gunting secepat kilat hingga ke ujung kepala menuju dahi.

“Dik.. udah jadi Ronaldonya!” dengan mengembalikan guntingnya dan berpikir keras sambil tidak mengerti sebenarnya aku tidak mengerti bentuk rambut Ronaldo.

“Ok, ini Mas!” dengan mengeluarkan selembar uang kertas berwarna hijau.

“Oya Mas, namaku Dodo, aku pergi!” dengan tergesa-gesa ia berlari dan menghilang.
                Ibuku tersenyum.
------
                Sudah tiga hari rumahku kekurangan air untuk bersih-bersih. Niatku membeli air bersih disebrang kota tiga drum penuh ukuran besar, biasa untuk mengisi minyak.  Drum-drum dari sisi dapur yang penuh dengan sisa pembakar kayu. Sepeda dayung yang memiliki penggerek barang disebelahnya yang terbuat dari kayu-kayu sisa.

                “Drr...drr...drr...”

                “Drr..drr..drr..”

                Terdengar dari kejauhan pintu bergedor. Apakah anak kecil itu lagi? Kubuka kembali pintu.

“Bang.. bang..bang..bang...”teriak sebanyak dua puluh anak dengan seragam bola mendatangi rumah.

“Bang.. potong rambut kami seperti dodo” semua mengangkat tangan dengan uang kertas yang bervariasi, uang warna merah, biru dan hijau. Satu hingga dua lembar.

                Kuulangi rutinitasku sambil tersenyum rezeki menempel dalam baying-bayang, kali ini menggunakan guntingku. Dodo memperhatikanku mecukur rambut teman-temannya sambil memberitahu posisi cukuran yang ganteng. Pukul 3 mereka akan kembali bertarung.

“Bang.. sore ini perebutan final, Abang boleh ikut Kami!”sahut bocah-bocah yang sama sekali tak kukenal.

                Maka aku bergegas menuju kamar setelah mencukur habis semuanya. Dengan pakaian yang rapi. Aku melihat mereka bertanding dengan cukuranku. Sungguh mengasyikkan.

“bintang pemangkas dadakan?” ibuku tersenyum dan membalas senyumnya
-----

“Goaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaalllllk, goaaalll, yeaahhh, yuhuu..”. sorak-sorai gembira para penonton turnamen dan badanku bergetar, bola masuk gawang dengan kepala dodo, pangkasan pertamaku.

                Anak-anak yang lincah. Anak-anak itu kini menuju tempatku dan mengerumuniku seperti semut-semut menuju sarangnya membawa makanan. Aku kini melambung diudara.

“Bang! Kali ini siapkan gunting baru dan pangkas kami bulat-bulat!” sahut salah satu dari mereka.

Baik itu........


Baik itu anak kampus :

Baik itu ketika proposal sudah di acc oleh doping(dosen pembimbing) tercinta dan lanjut ke seminar, kemudian sidang akhirnya wisuda. Putri sri
Kata tia, “ baik itu adalah.. tia mau belajar sekarang karena mau UAS”.. *wkwkwk, udah kuliah ya tia, masih nostalgia SMA à UAS. Tia
Baik itu kalau besok final lab fisika dasar. Cut Lul
*nyeletuk kesal sambil menanti kebahagiaan sinyoo…


Versi bijak:

Baik adalah sesuatu yang bagus dan bermanfaat. Baik itu seperti jarum dalam jerami, enak ketika dilempar, susah ketika mencarinya lagi, begitu juga dengan kebaikan, mudah diteorikan, susah diterapkan. Ridha M
Orang baik itu adalah orang yang berani salah dengan tujuan yang mulia. Ai
Menurut aku, orang yang baik itu orang yang penuh kasih terhadap orang lain, contohnya bila saudara teman dekat atau siapapun yang mengalami susah duka, dan inilah orang tersebut dibutuhkan. “jangan ngejek ya”. Teri
Menurut aku, pertama baik itu relative.
Kedua, baik itu adalah ketika aku butuh seseorang dalam situasi apapun dia ada, keberadaannya gak harus ada secara fisik, tapi dalam perhatiannya pun akan membuat suasana itu selalu ada dan seseorang itu gak harus mengumbar-ngumbar rencana bohong yang akan dia hadapi bersama temannya. Selalu ada dalam kepeduliannya itu adalah baik. Nazira
Baik itu kebahagiaan. Kebahagian melihat orang-orang yang kita cintai (ortu, guru, sahabat, makhluk hidup) bahagia dengan kuantitas dan kualitas kebaikan pribadi kita. ^^ Kiki Zakia


Baik versi tidak pasti:

Baik itu galau
2 hari berikutnya sang komentator berubah pikiran:
Baik itu indah. Naiwa


Versi baik haruslah membaca:

Baik itu dikamus bahasa Indonesia ada :p Dina-tiny lovely best



Versi ngasal:

Baik itu ketika buruk sedang pergi. Yasmin
Baik itu kamu. Hahahaha :D Pojul
Baik itu kayak permen nano-nano.
Sambungan: Bagi orang baik, baik itu dipandang positif. Bagi orang dengki, mereka hanya melihat yang baik sebagai hal negatif. bagi yang golput up to you deh.. haha. Oryza


Baik versi golput:

Baik itu, “I have no idea”... Aula N


Versi makanan itu baik:

Baik itu ketika mamak buat donat pas ultah. Ambia
Baik itu kalau pulang kerumah, pas masuk kamar ada makanan banyak dibeli mama :D Julia-sist


Versi baik anak baru gede’:

Kalau kata aku, baik itu cinta. Ban baik itu, karena cinta XD
Di restate: haha iya, orang bisa baik kalo cinta. Makin cinta makin baik. Makin gak cinta makin gak baik. Ya toh XD. Tebzz-teba
Reply: kalau aku sih tebs, baik itu mendingan kalau nenek-nenek berhenti merepet. -.-“
Tebzz: korban repetan ya.. :p
Baik itu kalau seseorang itu bisa bikin nyaman didekat dia. Tiwi-my cute sis
baik itu banyak, tapi yang banyak belum tentu baik. :D. oya


Versi baik ada maunya:

Tentang cik kan?
Baik itu kalau menang main futsal, atau kalau kita mogok ada yang dorongin, atau baik itu lawannya jahat atau baik itu disukai banyak orang :D. Habib.
*Sering2lah dorong motor orang ya bib :D, biar jadi orang baik.
Baik itu kalau lagi capek ada yang pijitin :D hehe. Adel



Versi baik Para Suami-istri (curhat):

Baik itu adalah seorang anak perempuan yang memotong kuku ibunya perlahan dengan sangat hati-hati agar ibunya tidak merasakan sakit sedikitpun, ibu yang telah merawatnya hingga 20 tahun lamanya meskipun tidak melahirkannya.
Pasangan terbaik itu sepatu:
1.       Bentuknya tak persis sama namun serasi
2.       Saat berjalan tak pernah kompak, tapi memiliki tujuan yang sama
3.       Tak pernah ganti posisi namun saling melengkapi
4.       Selalu sederajat tidak ada yang lebih rendah atau tinggi
5.       Bila suatu hilang, yang lain tak memiliki arti
Baik itu adalah sepatu: SEjalan samPAi TUa :* :*
Hari ini penuh inspirasi, suami saya pernah bilang kalau baik itu adalah iman yang benar, akhlak yang lurus, akal yang sehat, fisik yang yang normal dan rizki yang halal
Baik itu adalah suami istri yang saling mencintai, selalu berusaha bagaimana menjadi bagian dari pasangannya, belahan jiwanya, bagian hidupnya, pikiran, perasaan, angan-angan, cita-citanya bahkan menjadi bagian dari kesedihannya, kemarahannya, rintihannya, dan semua kenangannya walaupun itu menyakitkan.
Nah.. kalau ini sih”baik versi gombal suami saya..tapi bikin hati saya bahagia..ckckck…
Kata beliau… baik itu adalah istriku, pendamping hidupku,bahagiaku, permaisuriku, penyejuk hatiku, penenang kalbuku, belahan jiwaku, pengobat dukaku, sayangku, pahala bagiku..
Baik itu adalah saat suamiku mencium keningku dengan penuh kasih, sementara hatiku mendoakannya dalam ketulusan yang suci.
*masya Allah, elus-elus dada, sambil bilang..”sabarrrrr….!!”


BaikVersi “lebih baik Curhat”:

Baik itu ketika dokter banyak datang pasien. Baik itu Rayyan Fitri..*ibu dokter angkat bicara
Kalau menurut kakak, baik itu kalau ada yang mau biayain kakak naik haji, trus bayarin liburan ke eropa, korea, Singapore, korea, jepang,  :D (Aamiin, semoga ada orang baik yang betul-betul biayain kakak).
Trus baik itu, kalau anak didik kakak yang bandelnya subhanallah itu bisa belajar dengan sebenar-benarnya belajar, dengerin apa yang kakak jelasin dengan sebenar-benarnya dengar dan bisa dapat rangking dikelas, aamiin (wondering (>.<)). Laila-sist


Baik versi cool:

Baik itu simple. Fajar
*cool banget, minus 20 derajat celcius, brrrr…
Baik itu ketika TIDAK mengucapkan selamat natal.. kiem ^^

                Baik itu banyak sekali versinya. Saya tidak menyangka banyak sekali variasi baik dalam berbagai aspek mulai dari hal-hal besar yang dideskripsikan meluap-luap hingga hal-hal kecil yang menyepelekan. Apapun deskripsi tentang kebaikan tidak akan pernah meminta dari apa ia harus memulainya, harus seriuskah? Lucukah? Marah-marahkah? Atau dengan hal yang bijak? Tapi soal bagaimana semua dari kita berkeinginan untuk paham kehadirannya meskipun tidak kita ketahui hadirnya tersebut dengan kesekasamaan yang menyenangkan, hal-hal yang tidak dapat dimengerti, romantisme bahkan menyakitkan sekalipun. Dengan demikian, Bergegaslah menebarkan kebaikan dengan cara yang terbaik darimu. Here we are cool with this. Yeip!
                                                                                                                                               

“Lovesick”



                Lovesick adalah sepotong kata istimewa yang ingin saya pilih dalam tulisan ini. Mengapa saya memilihnya? Mungkin menjadi trending topick untuk saya dan teman-teman kampus yang baru saja memasuki jenjang perguruan tinggi. Banyak yang seharusnya dikupas secara mendalam soal remaja kampus yang awam soal anak muda yang sesungguhnya tidak akan sanggup meninggalkan kata-kata lovesick. Semuanya menjadi lovesick. Lihat mahasiswa-mahasiswi lawan jenis menjadi lovesick. Melihat dosen keren, tidak menutup kemungkinan lovesick. Lihat ! betapa banyak yang memungkinkan bahwa dengan kampusnya pun kita dapat menjadi lovesick sehingga bisa-bisa tidak pulang-pulang kerumah, bisa lovesick karena belajar dan bisa saja lovesick gara-gara organisasi. Jadi, waspadalah dengan lovesick, lovesick apa yang kita miliki saat ini akan menentukan lovesick berikutnya dimasa depan. sebenarnya ada banyak hal yang ingin diungkapkan mengenai lovesick, namun lovesick apa yang telah membuat saya betah dimana-mana? Tetapi sebelum pertanyaannya terjawab, saya ingin pastikan apasih lovesick itu sebenarnya, Mari kita bongkar siapa identitasnya.


                Sungguh sebenarnya lovesick tidak ada yang berbeda dengan carsick. Berhubung kedua-duanya memiliki akhiran bermakna negative, yakni “sick” dalam salah satu bahasa yang mendunia. “sick” yang berarti sakit. Apakah lovesick berarti cinta yang sakit? Dan apakah carsick  berarti mobil yang sakit? Lantas Apakah mungkin mobil tersebut sakit? Apakah maksudnya adalah mobil tersebut mogok? Dan cinta yang sakit berarti hati seseorang yang telah hancur?.Jawabannya: tepat BUKAN! Tentulah tidak satu demi satu demikian penerjemahannya teman.  Ada pemaknaan kata yang tepat yang telah tercipta dengan sendirinya sebagai sebuah arti yang perfectionis sehingga tidak menimbulkan makna yang rancu lagi memiliki makna yang melenceng derajad kemiringannya. Lantas, apa maknanya?

                Tentu bahasa ini sangat dimengerti bagi yang paham. Seperti carsick dimaknakan sebagai mabuk darat. Dan bagaimana dengan lovesick? Yeah, tepat sekali. Lovesick adalah mabuk cinta. Really perfect! Apakah mungkin pensick berarti mabuk menulis? Mungkin saja bagi saya dan keliru bagi dunia barat. :D

                Mungkin ini lebih kepada soal mengapa saya bisa lovesick berat. Sesungguhnya bukan carsick, karena saya tidak mabuk darat tentunya. Sesungguhnya waktu telah menjawab mengapa kebahagiaan telah satu persatu datang semenjak masuk perguruan tinggi. Kampus adalah wahana baru. Semangat saya pun bukan lagi sekedar semangat yang sekedar luntur sewaktu-waktu. Semangat ini adalah semangat yang tertulis, terlaksana karena ikrar hati, semangat yang tertanam kuat karena lovesick sehingga hati menjadi hidup. Saya masuk kampus karena lovesick dan ketika masuk semuanya menjadi lovesick.  Betapa bahagianya mungkin. Karena apa semua ini?

                Menurut saya, lingkungan kampus adalah wahana bebas berkarya. Sepertinya sesibuk apapun, sayalah penguasa waktu saya sendiri sehingga sayapun berhak memimpinnya. Berbeda ketika Sekolah Menengah, mengapa? Karena waktu saya sebagaian besar diatur pihak pemilik aturan. Mana boleh pula hal tersebut saya langgar. Jika saya melanggar memang kemungkinan besarnya saya akan mendapat hukuman atas ketidaktaatan.  Mendapat hukuman jelas tidak enak, tetapi dapat mengobati kesalahan. Lantas dikampus? Siapa yang takut? Bebas. Meski sepadat apapun lingkungan kampus, saya mungkin termasuk merasa “waaahhhhh……….”, lega. Saya bisa merencanakan belajar banyak hal. Merencanakan waktu yang semakin harinya semakin produktif dan memiliki keluasan ilmu sedapat mungkin. Baik itu sambil berjalan, duduk sambil menunggu dosen datang, mengobrol dengan siapapun disana merasa berharga yakni kesempatan bertanya banyak hal dengan senior yang suka berdiskusi tidak pandang tempat. Masa-masa produktif itu dimanapun selanya dapat dicari, karena jadwal kuliah adalah kepastian. Tidak mubazir. Ketika dimana beberapa waktu baru-baru ini saya menyanggupkan membaca dua buah buku dan setiap harinya lima artikel sekaligus bebas berdasarkan rasa keingintahuan saya di jejaring “mbah google” yang paling akrab tentunya. Demikian ambisi dan senangnya. Ketika di sekolah menengah, 8 jam kerap saya habiskan disekolah. Memang tidak menutup kemungkinan saya bisa membaca diperpustakaan atau membawa buku sendiri, menikmati wifi “browsing” selama istirahat. Bayangkan saja, istirahatnya hanya setengah jam, tidak kurang dan tidak lebih. Kemudian  masuk kembali dan menikmati pembelajaran yang rutin. Lantas, apa yang kurang? Kurangnya adalah tidak ada diskusi ilmu yang fresh dan update “daily routine”, buku yang kami pakai distandardisasikan, itu-itu saja. Bayangkan jika setiap waktu yang kami temui adalah dilewati oleh guru-guru yang penjelasannya tidak kami mengerti? Guru-guru yang mungkin secara kualifikasi hanya membosankan kami sebagai siswa dahulunya. Belum lagi pelajaran yang diembat adalah belasan, dari mana semuanya dapat dikejar? Waktu teraduk-aduk dan ilmu tidak berkualitas secara total untuk pemahaman.Tentunya perbedaan lain adalah, kami tergerakkan hanya disekitar lingkungan sekolah, tidak boleh mondar-mandir keluar kecuali dengan izin. Lovesick pada waktu  pembelajaran dikampus saya maknai benar-benar.

                Lovesick pada pelajaran saya temukan dikampus. Efektif adalah kekuatan yang memungkinkan untuk saya cari meski hanya setengah jam atau 15 menit saja. Begitulah dosen menyediakan kualifikasinya kepada kami seefektif mungkin, sesuai perkiraan saya, untuk apa “ngalor-ngidul” jika semua isinya membuat kami tidak mengerti? Beruntungnya kampus ini bernama kampus MIPA.  Banyak setiap mahasiswa yang tergolong malas masuk kampus karena tidak suka dosennya itu biasa, tetapi mereka masih bisa belajar banyak dan mengumpulkan informasi yang akurat mengenai suatu bidang dan mengikuti ujian yang wajib. Alhasil juga menemukan nilai memuaskan. Tetapi, ini mungkin bukan budaya yang baik soal tidak hadir ke kampus, apalagi dengan alasan malas. Wahh… itu merugikan financial orang tua yang tersia-siakan apalagi anak kos. Lovesick? Saya masih bicara soal mabuk cinta. Memanfaatkan waktu menjadi efektif itu lah yang membuat lovesick selama berada dikampus. Ilmu bertambah dan saya merasa bermakna. Sebagai seorang MIPA, semiriwing cinta belajar banyak hal bukan tidak mungkin. Belajar banyak hal adalah saya. Membaca adalah saya. Menulis adalah saya. Bukan soal buat keren-kerenan, tapi ini namanya “mabuk”, mabuk cinta namanya (*asik). Saya bisa berteman dan mengumpulkan teman sebagai sumber diskusi untuk belajar Agama, mempelajari berbagai macam bahasa dan sastra, psikologi perkembangan, mempererat ilmu sejarah dan budaya, menyenangkan melukis atau kiat-kiat seni lainnya, mempererat ilmu sosial yang menjadi sumber kepekaan, ah iya apalagi bidang science alias ilmu alamiah memang saya adalah penikmatnya. Semuanya jadi suka. Jadi, berhubung sukanya banyak meskipun belum terlaksana full, tapi akan segera ditunaikan. Sukanya pada hal tertentu saja pada umumnya bakal cepat galau. Bukankah ini lovesick? “mabuk” belajar. Inilah mabuk cinta yang saya temukan selama dikampus, mabuk-mabuk yang tak tertahankan.

                Kenikmatan belajar telah membuat saya menjadi lovesick. Tidak hanya itu, kegiatan diskusi dan berkumpul dengan khalayak yang ramai dikampus membuat koneksi dan rasa cinta bertambah. Eitss… rasa cinta apa? Cinta sesama ya.. tepat sekali. Kemampuan saya berkomunikasi lebih banyak walau hanya dengan setumpuk permen lollipop yang telah membangun kepercayaan untuk saling menyapa baik sambil berlari maupun teriakan sapa dari kejauahan beberapa kilometer(*bisa dirasakan lebaynya), baik saya maupun senior begitulah cintanya. lovesick ini bernama mabuk cinta sama senior, cerita saya anatara senior-senior. Bisa bayangkan? Senior adalah ruang bergabung yang tidak kalah asik untuk berdiskusi.

                Lovesick senioritas yang patut ditiru adalah soal kemauan membuat rasa cintanya bersama senior, walaupun awal-awalnya sekedar mencoba-coba seolah-olah pernah bertemu dan sok akrab dengan banyolan yang mengernyitkan kening mereka, eh..?! ada yang bicara begini, ”kakak jurusan apa sih? Biologi ya? Kok jarang kelihatan dikampus? Letting berapa kak?” katanya senior menakutkan, siapa bilang. Buktinya senior aja panggil saya dengan sebutan kakak saking tertipu oleh gaya dan style.(*senior…senior.. terima kasih telah membuat saya lebih tua, walaupun saya harus terpingkal-pingkal dan jungkir balik mendengarnya). Mereka mungkin sebelumnya tidak mengerti arti cinta jika muka saya tidak dihadapan mereka saat itu dan saya juga demikian. Ini namanya lovesick.

                Kali ini saya akan menceritakan soal kantin. Bukankah kantin itu asik? Asik apa? Asik buat mengisi kekosongan perut mahasiswa yang lapar dan haus sambil menikmati tempat duduk gratis buat bicara dengan kawan-kawan jadi lebih akrab,ya? Saya ingin bahwa kawan-kawan jurusan saya sebaiknya tidak tahu banyak soal ini karena kemungkinan besar membuat jadi “iri”, tapi sungguh saya tidak mengerti dan jangan salahkan saya. Tolong jangan bilang-bilang kalau saya sebenarnya betah banget masuk kantin. Karena asiknya masuk kantin, makanan jadi murah. Sungguh banyak yang tidak saya mengerti mengapa setiap makan yang bernama “mie Aceh” saya dapati harganya lebih murah dari teman-teman. Minuman kawal saya adalah  teh hangat, setelah praktikum yang melelahkan dilalui. Mereka tahu selera saya. Teh adalah jaminan suguhan rutin yang seolah-olah mereka tahu segalanya.(*asik) merdeka! Ini lah lovesick antara saya dan warga kantin.

                Pernah suatu ketika dosen menjelaskan panjang lebar soal kualitas pengalamannya menyelam diberbagai laut Aceh, dosen ini menggeluti bidang coral reef, spesialis karang laut yang memberitahukan setidaknya ia memerhatikan ratusan jenis ikan dan berbagai kenakaragaman biota laut yang mengagumkan penglihatan mata ketika menyelam. Bagaimana tidak? Sabang dan pulau Aceh adalah scences yang tidak ditinggalkan dalam videonya yang sangat menarik. Scences ini mendapat perhatian mahasiswa berjejer untuk duduk paling depan. Salah satunya adalah saya, awalnya terkadang mencoba memasang mata bulat-bulat, soal tidak mengerti adalah bagian belakangan. Soal coral dapat bleaching adalah pengantar ilmu yang benar-benar fresh sekali, coral yang memutih kehilangan nutrisi akibat pemanasan global. Coral yang tanpa saya tahu sebenarnya haram menjadi koleksi manusia yang berlebihan juga sangat sensitive kedudukanya di dalam laut luas. Coral yang dipijak saja boleh jadi saat menyelam adalah tindakan yang keliru. Indah namun tetap sensitive seperti wanita cantik yang sensitive. Inilah dia, coral reef yang dihinggapi zooxanthellae diatasnya. Soal yang mengagumkan adalah ratusan jenis ikan yang telah dikoleksi oleh penglihatan mata tersebut menjadi sebuah buku acuan dikampus yakni “ikan karang pulau Aceh” yang sangat ekslusif. Bagaimana tidak ekslusif? Beliau mengatakan, “buku saya hanya dijual digramedia, tidak ada di Banda Aceh”. Sebutnya, dan dengan muka sambil memelas, sambil mengaku saya suka membaca dan menulis., taraaa… saya dihadiahkan satu. Bukan main. Semua jajaran senioritas merasa aneh dan lagi-lagi mengeryitkan keningnya, mengatakan mereka harus beli buku itu tidak terkecuali sebagai sumber belajar wajib bidang fisiologi hewan atau anatomi hewan, mungkin. Terima kasih, ternyata ada cinta dikampus. Mabuk cinta alias lovesick dosen yang keren bidangnya.

                Tidak hanya itu, saya lovesick dengan kampus lagi-lagi soal dosen yang berkualitas. Saya memperhatikannya selalu tepat waktu dan menjadi imam dalam shalat dikampus. Tidak terkecuali tiap saat, tidak meninggalkan shalat Duha dan mungkin juga ketika status facebook tengah malam menanyakan orang-orang online, “sepertinya orang yang online banyak juga ya yang tahajud”. Sip pak. Apakah poin plus yang saya temukan? Saya merasa lovesick dengan kampus lagi-lagi soal kebaikan. Kebaikan dosen adalah dimana ketika saya memberinya sebuah film motivasi seperti “Negeri 5 Menara” maka disaat yang sama saya langsung mendapat imbas hadiah yang serupa pula. Dapat hadiah ala baiknya diizinkan menonton siaran motivasi berbisnis pada dvd yang dipinjamkan. Subhanallah…,betapa mengharukan hal ini, jarang sekali terpikirkan oleh orang-orang, bahwa ada sikap “take and give” membuat sesama untuk saling tahu dan berbagi. Yang tidak hanya menunggu yang lain memberi. sungguh mengagumkan jika jumlahnya tidak terhitung sedikit soal sikap surgawi pada orang-orang duniawi. Belajar pun harus saya akui bahwa semua hal yang disampaikan adalah hal-hal yang baru, fresh dan up date. Batik fractal dari akumulasi computer dan matematika yang membentuk software sehingga setiap perseorangan dapat mencetak batik sendiri created by mipa matematika Nancy Magried dan teman-teman, bernama Jbatik software. Mipa matematika Indonesia. Salut mendapat informasi ini darinya. Dan lagi-lagi soal saya menemukan matematika yang selama ini menumbuhkan kebingungan menjadi asik untuk diketahui disaat “musik adalah matematika yang berbunyi”  disampaikan. Menakjubkan materi ini untuk diketahui sehingga yang mencintai musik kiranya tidak beralasan sulit mengenal matematika. Setuju?, eitss bapak dosen ini dosen matematika dan sangat cinta menulis. Bahkan beberapa tulisannya saya kagumi pula dan juga termasuk perjalanan hidup beliau yang berwarna-warni. Sejak kuliah mendapat kerjaan mencuci piring dikedai akibat soal tidak cukup budget untuk membiayai kuliah dan keseringannya tidak makan, seringnya tidak makan itu membuat sejejeran anak muda dimasanya tersengaja pula terbentuk grup “GENTALA” singkatan Generasi Tahan Lapar, apalagi mendengar banyak soal bapak beliau adalah astronot zaman dahulu (yakni: pemanjat dan pemetik kelapa), mendengar ceritanya ini saya merasa ingin cerita beliau ini diulang kembali kiranya dalam dunia sekarang, sayang rasanya tidak mungkin. Jika orang-orang kampung menanyakan soal dimana ia kuliah jawabannya adalah bukan mipa, tetapi “sekolah dosen”, kata yang mudah dicerna bagi orang-orang dikampungnya sehingga takjubnya iapun menjadi seorang dosen. Menyenangkan mengenal kehidupannya yang berhasil dan kini kehidupan beliau dituliskan olehnya yakni “SANG GENTALA”. Jika novelnya terbit maka sembari saya akan menjadi orang yang terdepan untuk menikmati ceritanya. Lovesick soal kebaikannya inilah dia.

                Bagaimana dengan teman? Lovesick memang kata kunci persahabatan mencadi cair dan mengalir. Bahkan sebenarnya lovesick dengan teman adalah soal keadaan kami yang sama-sama mabuk. Kami memiliki kiat-kiat lovesick yang sama-sama membara. Soal bukan mainnya saya cukup erat menjadi error dimana saja, mereka lovesick untuk mengingatkan saya mengenai apa saja. Sampai-sampai lovesick  mengingatkan saya ketika mengaji sambil menunggu deadline dan waktu sampai. Eh? Teman ini benar-benar menginginkan saya lebih tepat mengambil waktu mengaji jika sewaktu-waktu deadline ini tanpa saya sendiri telah terlewati soal gara-gara ke-erroran yang tidak diinginkan. Ini kerap membuat sedikit hati berguncang setiap kali diingatkan, tetapi maksudnya adalah mereka menguatkan posisi saya dalam waktu. Ke-erroran yang terjadi dalam lingkungan kampus adalah jagonya saya. Tapi, bukan soal bangga. Ini soal kefokusan menjadi taruhan. Bagaimana mungkin saya menunggu dan datang lebih awal dari teman-teman dan saya sendiri bisa tidak sadar kalau teman-teman sudah masuk laboratorium dan telah melakukan respond sebanyak empat soal dan saya menyadari saya hanya menjawab no. 5. Menyedihkan bukan? Dengan demikian, taruhan kefokusan pada waktu membuat teman-teman menjadi lovesick mendengarnya, bahkan sampai lovesick-nya mengingatkan saya dengan nada yang mengharuskan saya bergerak meskipun saat-saat itu senang-senangnya saya membaca atau recite Al-Qur’an. Love you so much my dear, teman-teman yang hebat untukku, sungguh teman ini adalah tipe teman yang tercantum dalam Qur’an Al-‘Asr, demi masa (waktu) dan soal orang-orang yang mengingatkan kebaikan dalam penuh kesabaran agar tidak meperoleh kerugian serta kesia-siaan. Lantas berdiri, duduk dan bagaimanapun sikapnya meski jungkir balik teman-teman selalu senang memberi pertolongan. Cinta ini membuat saya harus mengatakan hati saya senang sekali, membuat betah kuliah di mipa. Paradise ! Bagaimana semua ini bisa terjadi? Mengapa sih dengan semua orang bisa kelihatan lengket? Pakai pellet ya? Pakai pelet apaan sih? Pelet burung? Pelet ayam? Atau pelet bebek. Ah, yang benar saja ada pelet yang demikian dan rahasianya saya adalah cukup dengan kata-kata kutipan, uztazah yoyoh yusroh mengatakan begini:


Wahai puteraku ..

Engkau dapat mengubah keyakinan orang..

Dan menguasai hati mereka tanpa engkau sadari!

Bukan dengan sihir, bukan pula dengan jampi.. namun, dengan senyumanmu.. dan kosa katamu yang lembut..

Dengan keduanya engkau dapat menyihir!!

Oleh karena itu, tersenyumlah…

Mahasuci Allah yang telah menjadikan senyuman sebagai ibadah dalam agama kita, dan kita mendapat pahala darinya!

Di Cina.. jika engkau tidak murah senyum,

Mereka tidak akan memberi lisensi kepadamu untuk membuka kedai..

Jika engkau tidak menemukan orang yang tersenyum kepadamu, tersenyumlah engkau kepadanya!

Jika bibirmu terbuka karena senyuman dengan cepat..

Terbuka pula hati untuk mengekspresikan isinya

                Bersiaplah banyak membuat orang lain menjadi berharga dan bahagia dengan menebar senyum dan kosa kata yang baik untuk berbagi sebanyak mungkin. Sukses adalah soal utama kita merasa bahagia dan membahagiakan atau tidak. kemudian yang katanya gelar sepanjang kereta api, harta melimpah, dan sebagainya adalah soal yang menyusul no. 13. Soal ini lah resep yang membuat saya lovesick dengan kampus, lovesick sama dosen berkualitas, lovesick dengan senioritas yang senang berdiskusi, lovesick dengan teman yang mengingatkan, dan kampuspun ikut-ikutan lovesick akibat kiat-kiat sihir yang diajarkan uztazah Yoyoh Yusroh kepada saya dalam kutipannya, lovesick pada Tuhan yang segala-galanya telah memberikan semuanya terasa indah diantara kesempatan menebar senyum, menebar kosa kata yang baik, berbagi lebih banyak maka tebaran kisah kasih dikampus mipa terjalin sempurna. Lovesick tepatnya, mabuk cinta kepada semua substansi kampus soal karunia Tuhan (Allah) yang mengizinkan kami bertemu dan merasa menikmati indahnya proses-proses kehidupan yang saling membahagiakan hingga 20 tahun kelak saat mengenang peristiwanya. Lovesick with mipa. I love to be scientist. Lovesick surely to be scientist.