Virtual Cahaya

ich bin Gluckliche

Takut Riya

Teman, semakin hari semakin kita percayai kita sibuk, sibuk sekali. Banyak sekali pekerjaan dalam kehidupan ini ada saja yang tidak atau merasa belum diselesaikan. Tapi, terkadang paling tidak teringat sesuatu hal saat saya sibuk,mungkin. Setelah lelah bekerja seharian, sebahagian dari kita sekali-sekali mungkin akan bertanya,”kapan semua ini akan berakhir?” dan kalimat selanjutnya yang biasa memantulkan hati ,“kita bisa saja hari ini dipanggil Tuhankan dalam keadaan sibuk?” Jadi, saya telah membayangkan bahwa hari ini bisa saja saya dan kamu yang sedang sibuk-sibuknya dipanggil oleh Tuhan kan? Mungkin disaat sedang duduk, sedang tidur siang, sedang berjalan atau mengendarai kendaraan bermotor, sedang mengajar, sedang makan, banyak sekali tempat-tempat yang memungkinkan kita yang sama sekali tidak akan menutup kemungkinan untuk segera dipanggil oleh Tuhan . Saya tidak tahu apa yang ada dibenak teman-teman akan merasakan hal yang sama atau tidak. Karena boleh jadi hari ini adalah hari terakhir kita akan hidup, mungkin.

                Maka dari sejak bangun dini hari saya merasa selalu ingin sekali bertanya dan menguraikan isi hati dalam qiyamullail yang panjang. Diantara kalimat yang panjang-panjang, ada satu pertanyaan yang selalu saya panjatkan setiap acap kali saya berqiyamullail dan tidak pernah saya tinggalkan, “oh ya Tuhan (Allah), apa hamba akan dijemput hari ini?”. Kalimat Tanya itu selalu membayang saya waktu subuh, pagi datang, menjelang siang, dijemput sang sore dan malam lagi. Namun, saya tidak mengerti sepertinya saya tidak mendapatkan jawabannya. Ah iya, dalam detik-detik kehidupan yang telah hadir menghampiri, saya bersyukur, umur saya ternyata masih ada saat ini, itu tandanya Tuhan sedang memberi kesempatan saya lebih banyak untuk berbuat baik.

                Adapun bentuk syukur itu telah membuat saya mengerti, Tuhan memberi saya kesempatan hidup. Dengan demikian, disela pekerjaan yang sibuk, saya selalu menyempatkan mengisi kegiatan yang telah sepadannya. Saya berusaha melakukan hal yang positif dan bermanfaat setiap harinya sebanyak-banyaknya. Saya inginnya menolong siapapun meskipun membaantu sang penjahit untuk memasukkan benang ke dalam jarum jahitan. Memberikan jasa tumpangan untuk mereka yang kesulitan pulang kerumah karena tidak punya ongkos. Memberikan senyuman kepada semua orang baik mereka yang menyimpan rasa benci mendalam, layaknya senyuman terakhir yang terpanjatkan seumur masa. Mengajarkan mereka yang ingin mengambil sesuatu jasa gratis dan Cuma-Cuma tanpa imbalan dari saya sendiri. Menjenguk mereka yang sakit, meskipun saya hanya mengenal mereka disatu tempat dan beberapa waktu saja serta membangun kehangatan tak terduga bagi mereka. Memberikan semua kesejukan apa pun yang saya punya seolah-olah saya merasa memang seharusnya ini yang saya lakukan. Shalat dimanapun keadaannya meskipun harus ditanah pasir lautan akan membuat saya terpanggil. Lantas ada yang bertanya, bagaimana itu semua dapat terjadi? bukankah menampakkan itu adalah riya?

“saya takut shalat disini akan kelihatan orang-orang!”
“saya takut jadi menampakkan semua amalan kebaikan kepada orang, takut dikira orang saya itu ria banget mbak”
                Ah iya yang benar saja? Saya merasa, jika kita takut berbuat sesuatu itu karena orang lain ya tetap saja itu merupakan bagian dari ria. Tidak ada bedanya dengan riya yang sebenarnya yaitu masih “karena orang lain”. Berani karena “orang lain” atau takut karena “orang lain”.
“ah masak sih? Masak kita gak bakal riya walaupun sedikit?”

                Mungkin begini jadinya pertanyaan yang sering dihadapi kita semua. Ya tepat sekali, mungkin kita merasa menjadi riya meskipun itu kecil dan hebatnya tuan rumah pembaca tulisan ini.. paradigma pertanyaan tersebut mungkin kurang tepat untuk kita simpan pemahamannya, pada dasarnya dimanapun kita berpijak, bernaung dinegeri para alien, negeri pada orang hutan yang tinggal dihutan, dinegeri seribu macam langit yang elok, gunung yang kecil atau bukit-bukit yang terhampar, di sawah yang ditumbuhi palawija tidak akan pernah menentang kita untuk berbuat baik, pada dasarnya ketika hati  siapapun yang hanya ingin selalu bersama dengan penciptanya, tidak akan pernah menjadi alasan dimanapun ia berada memperlambatkan kehadirannya kepada sang penciptanya, karena penciptanya adalah kekasihnya, ia akan tetap selalu menyambut seruan Tuhannya lebih cepat, semua perkara baginya adalah baik, sesuai dengan kehendak Tuhannya. Berbeda dengan mereka yang belum berbagi suka-duka, mereka yang telah terpaut hatinya dan telah mempersembahkan hidup-matinya itu merasa telah berjanji selalu berada dalam dekapanNya, mereka akan senang setiap kali bertemu bahkan ingin berlama-lama bersujud seraya mengabdi tingginya haturan kebahagiaan luar biasa kepada penciptaNya. Rasa itulah membuatnya tidak pernah merasa riya, karena persembahannya adalaah hanya milik Tuhannya semata.

                Kita dapat menghela napas  panjang tiada hentinya. Ternyata kitapun masih diberi kehidupan yang berarti sekali karena nilainya hanya satu kali dan tidak akan berulang. Sama sekali tidak akan. Waktu tidak akan pernah meminta kita kembali. Jika ada yang bertanya, ”kalau waktu adalah uang,  apakah atm itu mesin waktu?”, ah sayangnya..temanku yang sedang bermimpi matahari terbalik, atm itu mesin uang ya, benar-benar atm adalah dunia perbankan. Waktu tidak bisa ditabung, ditransfer apalagi didebet kreditkan seperti atm. Taraa.. mau kita kemanakan waktu itu? Jika tiba-tiba jarum pendek dan panjang  jam dinding dirumah harus berhenti berdetak melainkan bukan akibatnya baterai yang habis, tapi “masa” kita yang telah berakhir dan beristirahat sepenuhnya dan selamanya tidak berada didunia lagi. Maka lakukanlah kebaikan dimana saja, manfaatkan waktu yang telah tersedia, jangan takut riya ya, uhibbuka ya rabbi (saya mencintai engkau Tuhanku), niatkan kepada Tuhan, tidak perlu merasa riya, who cares.. ternyata tahu atau tidak, 1 detik, 5 menit, 4 jam lagi kita telah tiada, kita bawa buku kehidupan itu untuk menjadi peri-peri indah dalam tidur yang panjang.
                                                                                                                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar