Ada sebuah kalimat yang memaksa jari-jari saya harus menari lagi
kali ini. Meski sebenarnya dalam kondisi tubuh dan otak yang sulit untuk
berintegrasi. Tapi saya akan coba merangkainya spasi demi spasi. Kalimat ini
saya baca dari pesan yang dikirimkan seseorang yang juga merupakan inspirasi
saya menuliskan artikel ini. Kalimat tersebut berbunyi,"Kesetiaan itu
nilai hidup."
Menurut saya pernyataan di atas adalah benar. Tapi, herannya mengapa
banyak orang yang membatasi arti kesetiaan menjadi lingkupan yang lebih sempit?
Mereka memaknai kesetiaan tidak lebih hanyalah sebuah KEPEDULIAN atau PERHATIAN. Apa yang dimaksud “peduli” di sini
bukanlah peduli amal, dhu’afa, bencana, dan lain sebagainya. Tapi “peduli”
dimana kita mau memahami, mendengarkan, memberi solusi orang-orang terdekat
kita. Dan umumnya, mereka yang senantiasa peduli terhadap orang lain dianggap
orang yang setia dan memiliki dedikasi tinggi dalam kehidupannya.
Tapi, saya pikir rugi sekali kalo kita hanya mengartikan suatu
kesetiaan hanya dari rasa kepedulian, sedangkan kita mungkin bisa mendapatkan yang
lebih berharga lagi. Nah, yang menjadi pertanyaan saya adalah bagaimana jika
suatu waktu atau bisa jadi dalam waktu yang sangat lama ada seseorang (misalnya
ia sahabat dekatmu) jarang sekali atau tidak pernah menunjukkan kepedulian atau
perhatiannya lagi kepadamu? apakah dengan begitu kamu langsung menilai bahwa ia
sahabat yang tidak setia? Tentu tidak, bukan. Egois sekali rasanya jika kita
menilai buruk sahabat sendiri sebab ia tidak peduli atau perhatian seperti dulu
lagi.
Kalo saya bilang, kesetiaan itu ibarat meng-update status di FB.
Ketika tulisan kamu telah ter-update,
itu berarti akan ada banyak orang yang membaca status tersebut. Sebagian teman2 FB kamu pasti ada yang menge-like dan bisa jadi ikutan komen, dan
sebagian lain tidak melakukannya meskipun sebenarnya mereka juga baca.
Kemudian, kamu langsung menganggap bahwa mereka yang tidak like atau komen, tidak suka dengan status yang kamu buat atau memang tulisan kamu tidak berbobot.
Tapi, Bagaimana kita bisa tau kalo mereka suka atau tidak hanya dari jempol
atau komen "super sekali, muanthap, good, de el el" yang mereka
berikan? Mungkin saja mereka like
karna kamu pernah atau sering like status mereka, atau memang status-mu bagus lantas mereka pun meng-like-nya. Entahlah, itu hanya
kemungkinan2 yang bisa jadi benar atau salah. Tapi, mereka yang tidak like atau komen, bukan berarti tidak
suka dengan tulisan-mu. Padahal, jika saja kamu tau, selama ini ada teman2
FB-mu yang jangankan komen, kasih jempol manis aja nggak pernah, eh, ternyata
diam2 malah mereka yang selalu up to date
dengan your updated status. Dan kabar
gembira yang tidak pernah sampai ke telingamu adalah, tulisan2 yang kamu update itu ternyata juga telah mengubah
seseorang menjadi pribadi yang lebih baik. Masya ALLAAH! bukankah hal tersebut
lebih berharga dan berpahala bagimu dan baginya daripada ratusan likes and comments yang kamu peroleh.
Begitu pula makna kesetiaan, kawan. Bila kita menilai seorang teman,
saudara, atau siapapun tidak setia hanya karna ia kurang peduli, tidak sempat
mendengarkan, atau menanggapi setiap permasalahanmu, maka kamulah sebenarnya
orang yang sedang mengkhianatinya. Mengapa demikian? Ya, karna kamu hanya
memikirkan kondisi hidupmu sendiri, lantas lupa bahwa temanmu itu juga memiliki
kehidupan yang mungkin bahkan lebih sulit dari hidupmu. Sehingga, kadang kala
membuat mereka tidak sempat (bukan tidak ingat) peduli, mendengarkan, atau
hanya sekedar menanyakan kabar.
Oleh sebab itu, sekali lagi saya katakan bahwa benar adanya kalo
kesetiaan itu nilai hidup, tapi tidak selamanya kesetiaan itu harus dibuktikan
dengan kepedulian. Terkadang, ada moment
tertentu dan karna faktor tertentu pula seseorang tidak bisa menunjukkan
kepeduliannya padamu, tapi kita juga tidak pernah tau, bisa jadi dalam
tiap-tiap uantaian do'anya senantiasa terucap namamu. Apakah suatu kepedulian
yang kau inginkan lebih berharga daripada ratusan do’anya yang sama sekali
tidak pernah kamu ketahui? Sebagaimana sebuah hadist yang sangat mengesankan,
yang bunyinya:
“Sesungguhnya
do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya
adalah doa’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendo’akan
saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia
mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: Aamiin.
Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.”
(Shohih) Lihat Ash Shohihah (1399): [Muslim: 48-Kitab Adz Dzikr wad Du’aa’, hal. 88]
(Shohih) Lihat Ash Shohihah (1399): [Muslim: 48-Kitab Adz Dzikr wad Du’aa’, hal. 88]
Maka demikian, mari kita pahami bahwa sebenarnya kepedulian dan
perhatian yang kadang tergantikan dengan do’a merupakan wujud kesetiaan yang
hakiki. Dan, beruntunglah kamu memiliki teman yang selalu mengingatmu dalam
do'anya.
Tulisan sang Ibu Muda, SF
Tulisan sang Ibu Muda, SF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar