Virtual Cahaya

ich bin Gluckliche

Hijrah dari Atap Rumah

            Seperti apa yang dimengerti anak kampus, ada yang mengatakan ketidakhadiran anak kuliah  itu diperbolehkan hanya 25%,  tetapi juga ada yang mengatakan bahwa  tidak masalah kalau tidak kuliah yang penting belajar, yang penting saat ujian harus banter dalam menjawab soal dengan syarat tidak menyontek. Jadi tidak berniat datang beberapa hari adalah keniscayaan yang tidak dihiraukan. Hal yang terpenting adalah jangan putus belajar.

            Ah, siapa bilang cerita diatas itu baik? Saya akan mengatakan sikap demikian tidak sepenuhnya menguntungkan. Apalagi anak kos yang masih bergantung dengan kiriman amplop. Bukan hanya anak kos,  anak yang bukan kos pula juga akan sangat menyia-nyiakan financial orang tuanya. Bayangkan saja berjuta-juta dikeluarkan budget atau bahasa sumatera paling ujung “peng” hanya untuk membiayai kita kuliah, bukan hanya banting tulang, tetapi hampir saja banting pintu, jendela, kosen saat berangkat dan pulang, banting muka dari melihat karyawan yang tidak bekerja di depannya, banting energi habis-habisan yang paginya mungkin sarapan seorang petani, teh atau kopi dengan sepotong roti, banting badan saat lelah dikasur yang beralaskan papan. Mana mungkin kita yang terpenuhi kiriman amplop berlanjut, malah bersikap duele. Jika mereka tahu, para orang tua, mereka merundukkan wajah dan meratap sedan.

            Hari ini, saya tidak ingin ke kampus. Saya ingin dirumah, Karena memang seharusnya hari ini tidak ke kampus karena hari libur. Waktu saya habiskan bersama dengan cucian, menggunung. Dua minggu telah mendiamkan cucian. Kamar sebelah sedang pulang kampung pekan ini. Lagipula kampungnya tidak begitu jauh. Hanya menempuh waktu selama dua jam. Jadi, saya sepekan ini akan tinggal bersama teman satu kamar yang sedang pergi untuk jam kuliah ganti, ibu kos, dan anaknya yang baru saja berumur satu tahun.

            Peristiwa krenasi pun terjadi, selesai menyuci cairan tangan saya secara total terkulas bersama detergen. Mengkerut. Rebam tubuh, seketika lemas di atas kasur. Lemas, lemas, lemas. Saya lelah saudara. Mesin kipas angin berputar-putar disiang hari memang menyejukkan badan dan sempurna tertidur dalam keadaan cucian belum terjemur. Rasanya baru saja ternyenyak dan bermimpikan sedang memanjat ingin memetik jambu lilin dari kebun, ketika hendaak memetik jambu satu jengkal lagi. Suara menggelegar seperti beton rumah jatuh menghantui tidurku yang singkat, aku terbangun, jantungku langsung memompa lebih cepat, dan kepalaku mulai panas, rasanya tidak puas tidur. Ingin marah. Ada apa sebenarnya yang terjadi tidak begitu aku hiraukan. Toh suara hanya dari kamar sebelah, aku tidak peduli. Itu kamar budak-budak yang sedang pulang kampung.

            Aku tidur kembali dan menstabilkan jantung. Benar-benar suara itu menganggu sekali. Tapi, mengapa begitu keras. Pencuri? Atap rumah runtuh? Atau apa? Aku disini sendirian, tapi buktinya ibu kos tidak hirau pada bunyi-bunyian. Mungkin sedang bermain dengan tetangga sebelah, ke pasar dan lain-lain. Oh Tuhan. Apakah aku harus melihatnya? Munkin sesuatu terjadi.

            Mulai ku raih handphone untuk melihat jam dan alhasil tepat lima menit lagi pukul dua belas siang. Aku bangun terbelalak mengingat cucian belum juga dijemur. Olala, apa yang terjadi dengan kamar sebelah, mulai sembari melewati tempat pencucian aku ingin coba mengintip. Kebetulan kaca kamar mereka mampu dibuka dan ditutup sekaligus diselimuti besi kuat yang membatasinya. Tidak apa lah, hanya mengecek saja.

            Tiba-tiba kerongkonganku terasa tercekik. Suara tidak lagi keluar. Aku sendiri. dimana semua orang? Bapak dikampung? Ibu dikampung? Bukan. Aku hanya ingin memanggil pemilik kamar, tapi tidak ada. Aku seorang diri. Akhirnya, aku berlari menerobos rumah ibu kos dari belakang. Mukaku semakin panas. Tanpa minta izin masuk aku terobos ruang dapur yang tidak dikunci, menerawang kamar mana, yang mana kamar ibu kos. Aku bingung. Akhirnya suaraku sempurna menggelegar seperti kemalingan,

“Meeerruuuuaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.......meruaaaaa....Bu... meruuaaaaaa, kamar, dikamar, kamar cutcha. Kamar cutcha.”  Aku mulai panik, seperti memanggil orang untuk naik mobil karena tsunami mengejar. Ah, ini lebay sekali. Benar.

            Ibu kos terbangun dari tiduran bersama anaknya yang baru saja ia tidurkan. Ibu kos keluar dan naik pitam. Tanpa aku sadar, bapak tetangga disamping rumah sudah berdiri dihadapan rumah dan terheran dengan suara teriak kerasku. Aku menuju ke kamar cutcha yang pulang kampung dan ibu kos lama sekali menatapnya.

“Kenapa bisa?” suaranya lembut, suaranya masih teduh. Padahal aku sudah panic tingkat provinsi sumatera ujung.
“Atap pecah, merua* jatuh dari atas atap?” menengadah sang ibu ke atas. Sang bapak tetangga pun menatap. Mungkin sedang memikirkan, sejak kapan merua naik dan berdiam diri di dalamnya.

            Aku memerhatikan mereka, mungkin mereka sedang merasa tidak percaya dan mencoba mencari cara mengeluarkan merua dari kamar. Lemari dalam kamar dihancurkan dengan ekor dan merua jenis bapak ini mengeluarkan pubnya ke depan lemari. Mungkin kesempatannya sebelum diusir. Merua hijrah. Untung saja siang itu sang pemilik kamar pulang kampung, kalau tidak? Merua setengah meter akan ...oh Tuhan, mungkin ia akan menyesal dalam hijrahnya. Mengamuk, pub nya menempa cutcha (aku tidak bisa membayangkan), dan merua itu pergi dengan ekor yang siap menebas. Kunci lain ditemukan ibu kos, kami semua membuka kamar,dan menunggunya keluar. Butuh waktu yang lama mengeluarkannya dan bapak tetangga membukakan pintu rumah kami lebar-lebar, kemudian ia bergegas menutup pintu rumahnya rapat-rapat.

            Teman kamarku pulang, membawa motornya, di depan pintu pagar, ia membuka matanya lebar-lebar, kerongkongannya terjepit, heran dan berteriak kencang sekali, oh tidak, merua berbalik arah kembali ke dalam rumah. Dasar nenek lampir, bahaya, merua masuk lagi. Bagaimana ini? Si nona yang naik motor, kawanku itu kabur dengan kecepatan super di atas jalan-jalan berlubang, kali ini ia seperti kurcaci kepanasan yang terloncat-loncat dan tidak kembali hingga esok pagi.


            Ini semua soal merua. Teman!! Jangan tanyakan ia lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar