Bertualang
Duduklah dirumah maka engkau
akan tahu makna bersantai, berdirilah maka engkau akan mengerti arti berpijak, berlarilah
maka engkau akan memahami arti mengejar, diamlah maka engkau akan mengetahui keberartian,
menyendirilah maka engkau akan mengerti makna ketenangan, berbicaralah maka
engkau akan mengerti kapan harus mengeluarkan titik terang ide untuk
dilimpahkan, untuk apa bumi
berputar? Untuk menemukan siang dan malam. Lantas untuk apa bola dunia? Jelas, Untuk melihat geografisnya si bumi. Lantas untuk apa dunia ada? Tepat sekali, untuk dijelajahi. Tidak ada yang salah atas suatu yang telah tercipta, tidak ada yang sia-sia, jika kita berani mendambakan, kita pasti dapat merasakannya.
berputar? Untuk menemukan siang dan malam. Lantas untuk apa bola dunia? Jelas, Untuk melihat geografisnya si bumi. Lantas untuk apa dunia ada? Tepat sekali, untuk dijelajahi. Tidak ada yang salah atas suatu yang telah tercipta, tidak ada yang sia-sia, jika kita berani mendambakan, kita pasti dapat merasakannya.
Jika kita ingin meluaskan penglihatan
mata, kita akan melihat banyak hal dan semakin banyak cita-cita yang ingin kita
capai untuk dilihat. Jika ingin meluaskan sesuatu pemahaman pemikiran dan
kepuasan dahaga untuk berpikir, teruskan langkah untuk mengamati banyak hal
yang terjadi di lingkungan sekitar, berhipotesislah kemudian bereksperimen
sehingga berhasil menemukan kesimpulan meskipun hal tersebut adalah perkara
kehidupan. Jika kita dapat meluaskan pendengaran, kita akan ligat dan sigap
menerima hal baru melalui lisan mulia orang lain tentang dunia. Tiga langkah tersebut
adalah tiga syarat yang dimiliki seorang yang bertualang, melihat, memahami dan
mendengar. Bukan sembarang melihat, sekedar paham, atau mendengar sekilas namun
tidak antusias dan sekedar tahu kemudian lupa. Hal ini tidak menjadikan sesuatu
menjadi luar biasa sebagai petualang atau penjelajah kehidupan meskipun setiap
dari kita punya mata, otak untuk berpikir, dan telinga untuk mendengar, karena
pada dasarnya semuanya berfokus pada bagaimana kita memfungsikan ke tiganya
menjadi berguna, ketika kita sedewasa ini memiliki ke tiganya, namun kita tidak
kunjung belajar sesuatu apa yang kita lihat, berpikir dan mendengar atas apa
yang kita temui serta mengambil kesimpulan darinya, jelas sekali kita bukanlah
petualang, petualang yang dimaksudkan tidak hanya petualang hebat yang mendaki
belasan gunung berapi, melewati hutan belantara yang memiliki pohon yang
panjangnya puluhan meter dan menemukan air terjun yang semampai, namun
petualang tersebut adalah kita, kita bertualang atas hidup kita sendiri yang
membuat kita semakin mengerti bagaimana lingkungan meminta kita bersikap
seproporsional mungkin. Penjelajah selalu punya nyali untuk menganalisis apa
yang ia lihat, apapun yang ingin ia pahami dan segala sesuatu yang ia dengar.
Setelah ketiga proses terjadi maka dengan demikianlah seseorang telah
bertualang, petualang kehidupan.
Alangkah hebatnya lagi ketika
selesai menjadi petualang kehidupan diri sendiri maka bertualanglah menuju
tingakatan yang lebih ekstrim. Bertualang untuk dunia. Kita harus mempunyai
minat untuk mengamati dan meneliti banyak hal, menyebrangi kota antarkota, negeri
atatnegeri, pulau antarpulau, melewati samudera antarsamudera dan menuju benua
antarbenua. Hal ini tidak lain agar kita lebih banyak melihat dan memahami sesuatu
yang benar-benar kita tidak temukan dinegeri kita sendiri, sambil
mempertaruhkan sebuah kesempatan hebat yang mungkin tidak dapat terulang
kembali. Pernahkah kita merasakan bagaimana naik kapal selam? Menjumpai suku
india yang suka menggeleng-gelengkan kepala? Melihat musim gugur yang
berwarna-warni? Memasuki tempat makan dan istirahat syutingnya drama sulap
Harry Potter? Bermimpi masuk ke dalam istananya bapak Obama, istananya orang
penting dan kita menjadi orang pentingnya? Atau menuju ka’bah tempat
berkumpulnya umat muslim yang selama ini hanya kita lihat dan rasakan melalui
televisi? Bukankah kita ingin bertualang sedemikian jauhnya? Semakin banyak
melihat, mengamati dan mempelajarinya serta mendengar dengan baik, semakin
membuat kita menjadi orang yang rendah hati dan menemukan cara untuk mengenal
Tuhan(the way of human recognizing the
God). Jika anda ingin hal yang serupa, siapkan tekad untuk menjadi
petualang yang hebat untuk pribadi anda seutuhnya, kemudian berdikarilah untuk
mencapai petualangan yang hebat selanjutnya. Now time, is yours(sekarang adalah waktumu beraksi).
Membaca
Banyak yang mengasumsikan
membaca saat ini adalah suatu kegiatan mata yang fokus pada buku.
Lembaran-lembaran yang berisikan berbagai macam tulisan didalamnya. Tulisan ini
kemudian divariasikan bentuk temanya sehingga menimbulkan ketertarikan. Baik
bertema sejarah, motivasi, seni budaya, ilmu science dan matematika, biografi,
religius, maupun tema-tema yang bersifat sosial lainnya. Buku ini kemudian akan
disandang sebahagian orang sebagai sumber dahaga yang sangat penting untuk
meng-upgrade kesenangan bathiniah dalam mencari ilmu. Tidak salah jika mereka
kemudian mencintai membaca buku.
Mencintai buku tidaklah berbeda
dengan layaknya kita mencintai sesuatu yang lain karena mencintai itu adalah
hal yang sama sekali luas pemahamannya. Misal: didunia kita dapat menemukan
orang yang mencintai makanan seperti halnya coklat, keju, dan sebagainya
sehingga rela menghabiskan banyak uang hanya untuk membeli makanan tersebut
kapan saja ia inginkan bahkan anak kecil sekalipun akan menangis dan
memberontak jika apa yang ia cintai itu tidak dibelikan segera. Begitupula
dengan membaca buku, ketika seseorang mencintai buku maka ia rela menghabiskan
banyak budget hanya untuk memenuhi kebutuhan
dahaganya tersebut. Ketika membeli buku kita
sedang tidak menghitung seberapa banyak lembar rim kertas dan berapa botol
tinta yang dihabiskan. Tidak sedang menghitung dengan rasa pamrih dengan berapa
banyak biaya yang dikeluarkan. Namun, yang paling penting adalah sesuatu yang
ditawarkan didalamnya merupakan hal yang sama sekali baru.
Banyak yang mengatakan bagaimana
sih dapat membaca buku dalam waktu
yang lama? Membetahkan diri dengan buku yang sangat tebal-tebal? Mengapa sih bisa cinta sama buku dan bagaimana
caranya? Baiklah, untuk mencintainya sebenarnya adalah hal yang sangat mudah.
Analoginya adalah seperti ibaratnya cinta pada manusia, cinta pada dasarnya
tidak timbul dengan banyak asumsi ‘saya
mencintaimu karena…’ , karena jika hal tersebut dapat dijelaskan banyak
melalui kata-kata maka itu bukanlah cinta
tapi hal tersebut adalah asumsi matematika maka dapat kita simpulkan bahwa itu
bukanlah cinta sama sekali, tetapi hanya buat seru-seruan saja. Nah, lalu
bagaimana cinta itu dapat timbul? Jawabannya adalah Mereka yang mencintai itu
jelas sekali mempunyai ketakjuban masing-masing atas apa yang ia lihat dan rasakan
dihadapannya. Maka yang mencintai halnya seperti buku, mereka mempunyai ketakjuban
masing-masing dengan pembiusan kata-kata yang didapatkan dan mengubah banyak
paradigmanya meskipun berasal dari 1 kalimat saja, sungguh banyak kata-kata
yang telah membius para pembaca yang tidak sengaja. Sebenarnya dari hal kecil
inilah munculnya pembaca-pembaca hebat yang telah dinobatkan menjadi kutu-buku
dalam lingkungan sekitarnya. Beruntunglah jika mereka yang mencintai buku oleh
salah satu sebab ketakjuban tersebut karena telah membangkitkan rasa ingin tahu
mereka selanjutnya akan keluasan kata-kata yang tak hingga dimuka bumi. Kita
tentu bisa membayangkan jepang yang diseluruh sudut penglihatan kita, mereka
selalu membaca buku, di Bus, emperan jalan, pustaka dijalan-jalan terdekat,
atau bahkan saat ke kamar kecil mereka tidak ingin lepas dari membaca dan ingin
mencari tahu. Bukankah menjadi pertanyaan? Apakah pada dasarnya mereka
mencintai buku karena mereka menyukainya? Kita tidak tahu, Pada dasarnya sebahagian
orang yang membaca mungkin bukan karena atas dasar menyukai pada awalnya,
tetapi karena sebuah keharusan dan lama-kelamaan menjadi kebiasaan dan bahkan
dapat merasakan rasa cintanya yang mendalam karena sudah begitu lama mengisi
hari-harinya. Sekarang kita mengetahui bukan? Banyak ilustrasi analogi yang
telah dijelaskan, cinta pada manusia dapat kita ilustrasikan dengan mencintai
sesuatu yang lainnya. Membaca berarti mencintai tulisannya. Membaca berarti
mencintai karakter tulisan didalamnya, termasuk sang penulis.
Lantas sekarang terdapat
beberapa yang masih menjanggal, apakah benar membaca itu hanya cukup dengan
membaca buku saja? Apakah yang dilandaskan dalam Qur’an dalam surat Al-‘alaq
tersebut hanya menyuruh kita membaca buku yang fokus pada lembaran-lembaraan
saja? Dan ternyata pemahaman sebagian khalayak begitu sempit. Surah Al’alaq
memproklamasikan maknanya begitu luas. Membaca yang dimaksud adalah sebagian
dari kegiatan bertualang dalam kehidupan. Seperti yang telah dibahaskan bahwa
bertualang sendiri adalah proses mengamati, meneliti dan memahami suatu
kejadian dilingkungan sekitar. Mengamati, meneliti, dan memahami tersebut dapat
dikategorikan dalam proses membaca. Maka tidak salah jika seorang peneliti
sendiri dapat dikatakan sebagai buku berjalan. Menarik bukan?
Peneliti adalah penemu dari proses-proses kehidupan, makna peneliti yang dimaksudpun akan bersifat luas,
peneliti tidak hanya sekedar mereka yang
menjalani perkuliahan difakultas mipa, tetapi juga setiap dari mereka yang
menemukan dan memutuskan perkara yang baik dalam kehidupannya, sedang perkara
yang baik yang ia temukan tersebut berasal dari proses perubahan dari kesalahan
yang telah diciptakan olehnya sendiri. Maka yang berhasil menemukan hal
tersebut dapat dikatakan peneliti yang telah menemukan suatu penemuan atas
dirinya sendiri. Dan selalu ingat, peneliti itu adalah pelaku yang membaca!
Yang tidak berhasil menemukan proses baik dalam hidupnya tersebut dapat
dikatakan bukanlah peneliti, meskipun kejadian hidupnya tersingkap, ia tak
kunjung mebaca kesalahan dirinya sendiri sehingga tidak dapat menemukan hasil
penelitian dari penemuannya tersebut. Peneliti ini yang nantinya menjadi dokter
jiwa bagi pelakunya.
Uraian diatas mungkin masih
belum cukup memuaskan perkara masalah membaca itu sendiri. Waktu yang bagaimana
sih yang efektif menyerap hasil bacaan? Apakah membaca dengan sekian jam
merusak penglihatan? Bagaimana jika buku tersebut memberikan produktivitas
hasil pemikiran yang menyesatkan? tentunya pertanyaan ini akan muncul dan
timbul ditengah-tengah sang pembaca. Membaca pada dasarnya tidak membutuhkan
waktu-waktu khusus, namun yang perlu dipertimbangkan adalah waktu membaca
dibutuhkan sesuai dengan seberapa lama kita membutuhkan waktu untuk mencerna
setiap kata perkata atau kalimat perkalimat yang terdapat dalam bacaan,
kemampuan menyerap hasil bacaan antara satu individu dan individu lain
sangatlah berbeda, kita hanya membutuhkan kualitas pemahaman bukan seberapa
kencang kuda berlari tetapi pada akhirnya kakinya patah karena tersandung
bebatuan akibat dari proses memahami tanpa totalitas. Dengan demikian, waktu
membaca adalah bergantung individu, jika dapat memahami lebih cepat maka dapat
lanjut kepada buku yang ingin diketahui selanjutnya. Sadarilah setiap anggota
tubuh memiliki jeda kapan saatnya harus beristirahat. Sesuatu hal yang dapat
merusak penglihatan biasanya disebabkan oleh banyaknya kitaa menatap
garis-garis kecil ataupun melihat sesuatu secara terlalu dekat atau dengan
kurangnya intensitas cahaya. Selain itu, pembaca yang baik adalah keadaannya
yang selalu suka berdiskusi atas apa yang telah ia baca yang kemudian akan
menjadi bahan pertimbangan apakah yang dibaca tersebut dapat menjadi resensi
yang baik untuk kehidupan atau bahkan menyesatkan.
Bagaimana manfaat membaca
selanjutnya? Right. Satu hal yang menakjubkan mengenai membaca adalah menebas
kepikunan. Kepikunan di hari pagi dan hari senja. Dua situasi yang tidak pernah
terlepas dari kepikunan. Ada kejadian yang luar biasa menakjubkan yang dapat
dilihat dari orang tua dari seorang guru tentor ketika saya bergabung dengan
suatu instansi bimbingan belajar, sang orang tua tentor tersebut datang dalam
rangka menjenguk anaknya yang kebetulan sekali tinggal dan menjaga tempat
bimbingan tersebut. Sang anak adalah seorang dokter sekaligus guru fisika yang
handal bermain sulap, tidak aneh ketika saya melihat bapaknya mengerjap masuk,
memberi salam, langsung memberi petuah yang luar biasa. Diantara kalimatnya
yang sangat menakjubkan adalah “Jika
kita belajar sesuatu sampai ke akar-akarnya maka semakin yakin kita akan ilmu
kita tersebut, dimanapun kita berada kita akan berhasil”. “Ya Tuhan” dalam
hatiku terdalam, kalimat ini sungguh membius. Kata-kata tersebut mungkin
terulang sampai delapan kali pengucapan masih dari mulut seorang bapak tersebut
seolah-olah yang mendengar tidak cukup memahami dan saya heran dan tercengang.
Betapa indahnya seorang bapak ini, saya bahkan tidak bosan mendengarnya.
Bagaimana ia dapat tahu kalimat itu kalau buka ia seorang pembaca kehidupan?
Saya tidak pernah merasa keberatan mendengar hal menyejukkan tersebut berkali-kali
dibandingkan saya mendengar orang tua
yang mulutnya hanyalah kata-kata sumpah serapah, kembali menjadi anak kecil
yang tidak berdaya dan akan bertengkar jika dihadapi dengan anak kecil yang
sebenarnya. Saya lebih berbangga jika hari tua seseorang masih diisi dengan
kalimat-kalimat positif. Sungguh ia sangat mencerminkan masa mudanya yang
energinya tidak terbuang sia-sia.
Saya berkesimpulan semua orang
pasti akan merasa pusing kalau membaca, tabu. Ini adalah hal yang perlu dikasihani
atas pola pikir yang tidak luas dan justru menstimulasi pikiran untuk terus berpikir
negatif untuk tidak membaca. Padahal membaca banyak sekali manfaatnya, termasuk
yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Sekali lagi saya perlu memastikan, buatlah
1 jam saja waktu tersisa membaca setiap harinya walaupun tidak sanggup membaca
dengan kategori buku yang mungkin tebalnya 15 cm, atau setidaknya bacalah
bacaan yang membutuhkan waktu luang lima belas menit seperti halnya artikel
singkat yang berisi kekuatan. Pastikan anda terus melihat bahwa waktu adalah
media benih yang ditanam dan dipetik,
jika tidak punya benih, tidak akan ada sesuatu yang kita tuai manfaatnya.
Apakah sebenarnya orang-orang yang dimaksudkan beruntung dalam hari-harinya?
Baiklah kita sebutkan saja dari prinsip
Agama Islam, orang yang beruntung adalah orang yang shalat tepat waktu
baik wajib, duha, witir, sunnah ba’diyah, qabliyah maupun tahajud kemudian
mengaji semaksimal mungkin, saling tolong-menolong, bekerja keras, membuang
duri dijalan, berpuasa senin-kamis, as-syura, sya’ban dan lain-lain. Semua
perkara kebaikan telah kita lakukan, lalu apakah selanjutnya yang dikatakan
beruntung? Apakah kita akan stuck atau berhenti beruntung sampai yang telah
disebutkan saja? Selanjutnya apa yang membuat kita menjadi orang-orang yang lebih
beruntung? Setelah diteliti ternyata yang membuat kita kemudian menjadi orang
beruntung setelah beramal adalah dengan mencari ilmu, ilmu lah yang menjadikan
kita beruntung setiap harinya, berpikir sedikit lebih baik daripada zikir
semalaman. Kita tidak menjadi apapun yang diapresiasi oleh Tuhan dengan satu
atau beberapa hal perlakuan saja, sikap melakukan sesuatu yang bervariasi akan
lebih bermanfaat ketimbang melakukan satu hal yang monoton, dengan demikian
carilah ilmu maka engkau akan beruntung, membacalah maka engkau akan menguasai
dunia.
Menulis
Melakukan perjalanan, bertemu dengan banyak orang, membuka diri,
mengamati, mencoba diri, memikirkan banyak hal adalah cara tercepat belajar.
Kita bisa menjadi tukang kayu yang baik berhari-hari mengunjungi lapak
tukang kayu yang sedang sibuk membuat meja, kursi, pintu dan sebagainya. Kita
juga bisa menjadi tukang las, tukang cat, pembalap, penembak, penjahat, atau apapun
jika kita menghabiskan waktu bersama orang tersebut.
Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadarinya, menghabiskan hari
dengan rutinitas itu-itu saja tapi pengetahuannya tidak berkembang. Bagaimana
mungkin, misalnya, kita setiap hari menumpang kereta, tetapi tidak pernah
mengetahui bentuk ruang masinis. Kalau otodidak sejati, kita bahkan tahu
bagaimana mengemudikan kereta.
Sama halnya ketika berinteraksi dengan penulis. Kalaupun tidak menjadi
penulis dengan menerbitkan banyak buku-buku, setidaknya kita pandai menulis
untuk keperluan sendiri.
Darwis Tere liye
Menulis
sering sekali dipandang sulit untuk dimulai bagi sebagian orang dan mereka
sering sekali merasa lebih baik gagal mencoba dalam menulis daripada harus
menanggung malu ketika bahasa yang digunakan tidaklah se-ekslusif para penulis terkenal. Pada hakikatnya, menulis bukanlah
hal yang susah, hanya saja banyak orang sering sulit memulainya karena terlalu
banyak memikirkan kata-kata yang istimewa di saat ide yang ingin dikeluarkan
belum terpikirkan, lantas bagaimana ingin meletakkan pilihan kata yang istimewa
dan elegan? Sering hal tersebut menjadi kendala penulis pemula dalam memulai
tulisan. Memulai tulisan bukanlah terletak pada bagaimana istimewanya kalimat
tersebut, akan tetapi ide yang cemerlang menentukan seseorang untuk memulainya.
Kita tidak dapat langsung menjadi penulis yang handal di saat awal menulis,
ketika kita belajar menulis pastikan kita menyukainya, menyukai keajaiban
kata-kata yang mengubah paradigma. Setelah kita menyukainya, kita akan selalu
mendapat posisi yang nyaman dan dapat menghabiskan waktu berlama-lama untuk
menulis.
Suatu kasus yang membuat seorang
Kartini berada pada posisi yang terkenal saat ini adalah dengan menulis. Beliau
menulis sebuah buku berjudul “habis gelap terbitlah terang” sebuah kutipan yang
langsung di adopsikan dari kitab suci Al-Qur’an atau Al-matsurah yang persisnya
berbunyi “minadhulumati ilannuur”. Sebuah tulisan yang membuat pihak Belanda
ngiang terkagum dan menjulukinya sebagai pahlawan emansipasi wanita. Media tulisan
adalah sesuatu yang telah membuatnya terkenal dibandingkan Cut Nyak Dhien.
Padahal sejatinya Cut Nyak adalah seorang hafizah Qur’an dan wanita yang kuat.
Ia mewakili wanita Aceh yang berperang melawan penjajah. Kartini bahkan tidak
lebih hebat darinya. Menulis telah membuat Kartini lebih dikenal di bandingkan
Cut Nyak. Bukankah media menulis ini menjadi media yang sangat menyayangkan
kita akan seorang Cut Nyak yang kisahnya terdahulu tidak termuat banyak dalam
buku sejarah karena tidak menulis kisah pribadinya dan tidak pula terkenal? Mungkin
kita tidak lebih tahu apakah gambar Cut Nyak yang tertera saat ini adalah Cut
Nyak Dhien yang sebenarnya? Karena pada dasarnya yang menguasai media pada
zaman dahulu adalah pihak sekutu, Belanda. Dengan demikian, kenalilah tulisan, mulailah
menulis sejarah kehidupan kita masing-masing karena pada dasarnya belajar
menulis dengan tulisan kehidupan masing-masing akan memperlancar ide karena
sumbernya adalah sesuatu hal yang kita kuasai. Mungkin cerita tersebut ada
kalanya menjadi sebuah cerita yang unik untuk dikenal di kancah publik, menjadi
sumber insspirasi banyak orang jika telah menjadi sebuah novel, seperti Ahmad
Fuadi pengarang novel “Negeri 5 Menara”
yang mengisahkan fiksi nyata kehidupannya.
Langkah menjadi penulis yang
baik adalah dengan berusaha mengoreksi tulisan milik orang lain agar kita
semakin mahir dalam menulis dengan ejaan yang benar dan diksi yang mengagumkan.
Mengoreksi membuat kita mahir menulis. Tulisan formal atau tidak hanyalah
sebuah prospek dari keinginan, yang terpenting adalah seberapa banyak perihal
yang dapat di ambil manfaatnya dari tulisan tersebut. Dengan demikiaan,
menulislah. Menulislah apa yang Anda lihat dan amati. Tulisan adalah perisai
kehidupan dan media di hari tua bagi anak cucu. Menjadi sadaqah amal jariyah
ketika telah tiada.
*NH-Virtual cahaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar